Kamis, 01 Januari 2009

Filsafat Kehidupan dan Kematian

Kehidupan Manusia

Teori Adam Manusia Pertama VS Teori Evolusi Darwin

Hingga saat ini ada dua teori besar tentang awal mula kehidupan manusia. Teoi pertama adalah kisah penciptaan nabi Adam sebagai manusia pertama yang diyakini oleh hampir semua pemeluk agama samawi (islam, kristen, yahudi) yang dilandasi pada penafsiran terhadap kitab suci yang mereka yakini kebenarannya. Kisah tersebut berisi keyakinan bahwa Adam diciptakan oleh Tuhan dari tanah liat yang dibentuk semisal sebuah boneka. Kemudian ditiupkan kepadanya ruh. Maka jadilah adam manusia dewasa yang hidup seketika itu juga. Selanjutnya di tempatkan di dalam surga. Tapi Adam merasa kesepian karena hanya seorang diri. Maka Tuhan pun menjadikan calon istrinya – Hawa. Caranya, Tuhan mengambil salah satu tulang rusuk Adam. Dari tulang rusuk Adam itulah kemudian tercipta Hawa sebagai manusia dewasa yang hidup.

Dogma Adam sebagai manusia pertama pun masih menimbulkan multi tafsir dari para agamawan, karena memang tidak ada ayat dalam kitab suci yang secara eksplisit menyatakan Adam sebagai manusia pertama, dan memunculkan beberapa pertanyaan besar; apakah Adam diciptakan atau dilahirkan? Apakah Adam hidup di zaman dinosaurus atau tidak? Apakah secara kemampuan “akal”, Adam merupakan manusia purba atau manusia modern?.

Teori kedua adalah teori evolusi Darwin, Charles Darwin menyatakan teori tesebut dalam buku “the Origin Species” dan “The Descent Man”, yang menyatakan bahwa makhluk hidup berasal dari sebuah spesies tunggal yang kemudian mengalami evolusi untuk mempertahankan hidupnya, sehingga manusia pun merupakan suatu bentuk/hasil dari proses evolusi yang berlangsung selama ribuan tahun tersebut. Bahkan secara eksplisit Darwin juga menyatakan bahwa manusia merupakan hasil evolusi dari kera. Teori ini menjadi kontroversi besar, dan mendapat penolakan terutama dari kaum agamawan.

Tidak hanya agamawan, para ilmuwan pun masih mempertanyakan keabsahan teori evolusi Darwin, karena hingga saat ini kera masih hidup berdampingan dengan manusia, sehingga tidak perlu melakukan evolusi. Teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia adalah Evolusi dari kera atau keturunan kera adalah hal yang mustahil karena bertentangan dengan hukum genetika. Secara ilmu, gen kera akan melahirkan kera, gen manusia akan melahirkan manusia.

Perseteruan kedua teori besar tersebut sepertinya akan terus berlanjut, hingga suatu saat nanti manusia mampu menguraikan sejarah keturunan manusia melalui genetika DNA atau penemuan-penemuan lain tentang kehidupan manusia. Wallahu a’lam bishowab.

Namun secara pribadi sebagai seorang muslim, saya lebih tetarik untuk mencoba mempelajari kehidupan manusia melalui versi Alquran. Terutama setelah saya membaca sebuah artikel menarik di internet tentang pemikiran Al Kindi, seorang ahli filsafat islam yang mencoba menganalogikan ayat-ayat Alquran tentang kehidupan manusia.

Berikut cuplikan artikel tersebut:

FILSAFAT AL-NAFS (JIWA) AL-KINDI

Pada suatu kesempatan tuhan berwacana: “aku menciptakan menusia dari lempung busuk, dan kemudian berkata kepada malaikat : “aku ingin menciptakan menusia dari tanah”, dan kemudian ia berkata lagi : “apabila aku telah selesai membentuknya, barulah aku meniupkan ruh-ku kepadanya”. (QS.al-hijr:29). Apa yang dimaksudkan meniupkan tersebut ?. apabila yang dimaksudkan adalah tiupan (ruh) yang meninggalkan tuhan dan kemudian bersatu dangan manusia, maka intinya bahwa sangat dimungkinkan terjadinya pembelahan sifat tuhan.

Dan ini tidak akan pernah terjadi : jawabannya bisa digambarkan dengan ilustrasi tentang matahari. Apabila matahari berkata, “ aku telah memberikan sinar pada bumi”,maka hal itu benar. Ruh atau jiwa itu ada dibawah perintah tuhanmu. (Ar-ruhu min amr-i-rabbi). Oleh sebab itu, jiwa yang ada dibawah kata perintah,dan akal muncul sesudah melewati tiga tahap (Ahdiyah,Wahdat, dan Wahidiyyat) dan didalam pembatasan. Jiwa atau ruh ini adalah Ruh-I-A`dzam ( Haqiqati Muhammad ) yang merupakan tahap wahdah itu sendiri;dan tidak dibawah pembatasan. Walau jiwa itu pribadi adalah sebuah pembatasan, namun ia bebas dari materi dan eksistensi, serta dari warna dan bentuk. Ia merupakan pengenal bagi diri dan bukan – diri, tetapi tidak dapat di-indra oleh pancaindra yang ada.

Pembatas bagi ruh-I-A`dzam adalah jiwa – jiwa manusia, dan apabila pembatas semacam itu muncul didalam jasad, jadilah ia ruh binatang atau ruh makhluk. Sifatnya sangat halus dan setiap bagian terkecil darinya bertautan dengan partikal jasad. Jiwa inilah yang menerima ganjaran dan siksaan,dan ia pula yang merasakan kenikmatan jasmani.

Menurut al-kindi, jiwa merupakan substansi yang berasal dari tuhan. Tidak tersusun, mempunyai arti penting, sempurna dan mulia. Substansi yang sangat halus, bertabiat mulia dan substansinya adalah sebagian dari substansi Allah. Cahaya dari cahayanya, seperti cahaya dari matahari, juga bersifat independen dari jasmani. Jiwa selalu menentang kekuatan syahwat dan kemarahan, serta selalu mengatur kedua kekuatan tersebut dalam batas – batasnya dan tidak dibenarkan melampaui kekuatan jiwa itu sendiri. Selain itu jiwa bersifat spritual, ilahiah, terpisah dan berbeda dengan jisim.

Menurut saya, dalam artikel tersebut, Al Kindi dengan cukup jelas menggambarkan pandangannya tentang hakikat kehidupan versi Alquran dengan logika pemikirannya. Bahwa manusia terbagi dua hal yaitu jiwa (ruh) dan jasad. Perpaduan kedua bahan material inilah yang oleh kita manusia awam ditafsirkan sebagai ”kehidupan manusia”.

Fakta bahwa secara biologis tubuh manusia terbentuk dari hasil ”pertemuan” sel sperma dan ovarium, lalu membentuk zygot, berkembang menjadi janin dan lahir menjadi seorang bayi, adalah proses biologis pertumbuhan jasad manusia. Sedangkan pertumbuhan sang bayi menjadi dewasa, lalu meninggal dunia adalah proses dari ”hidup manusia” itu sendiri. Dimana secara agama, tingkah laku atau perbuatan manusia pada ”proses hidup” inilah yang akan dihisab oleh Allah SWT.

Al Kindi tidak secara sains menafsirkan proses penciptaan manusia, tapi mencoba menganalogikan bahwa dalam proses kehidupan manusia ada ”tujuan” yang harus dicapai, ada ”akal” yang harus dipergunakan dan ada ”jiwa” yang abadi. Akal dan jiwa itulah yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Akal dipergunakan untuk berpikir sebelum bertindak dan jiwa yang bersifat kekal, akan menanggung segala akibat dari pemikiran akal.

Adanya visi misi dan tujuan hidup manusia lah, yang menjadikan teori penciptaan manusia versi Alquran terasa lebih berisi dan terarah. Karena manusia hidup tidak mungkin tanpa adanya sebuah tujuan, demikian juga pemberian akal bagi manusia pun pasti dimaksudkan untuk memberi manfaat terhadap sesama manusia dan seluruh makhluk hidup di alam semesta ini.


Bagaimana Hidup?

Allah SWT berfirman:

"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari
kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”
(QS. Al-Imran:185)

Dalam salah satu syairnya yang bercerita tentang kehidupan, sastrawan Taufik Ismail pernah menulis:

Hidup itu bagaikan garis lurus tak pernah kembali ke masa yang lalu

Hidup bukan bulatan bola yang tiada ujung tiada pangkal

Hidup melangkah terus semakin mendekat ke titik terakhir

Setiap langkah hilangkan jarak menikmati hidup, nikmati dunia

Pesan nabi jangan takut mati karena mati pasti terjadi

Setiap insan pasti mati hanya soal waktu kapan terjadinya

Pesan nabi tentang mati, janganlah minta mati datang kepadamu

Janganlah engkau berbuat menyebabkan mati

Pesan nabi jangan takut mati, meski kau sembunyi dia menghampiri

Takutlah akan kehidupan sesudah kau mati, renungkanlah itu

Syair ” Hidup itu bagaikan garis lurus tak pernah kembali ke masa yang lalu” menggambarkan bahwa secara ilmu fisika, waktu tidak mungkin kembali ke awal, tetapi bergerak terus ke depan. Demikian juga hidup manusia, tidak mungkin kembali ke masa lalu dan menghapus atau mengubah perbuatan yang telah dilakukannya. Tidak ada manusia yang bisa kembali ke bayi menjelang kematiannya di hari tua.

Karena tidak bisa diulang, maka manusia harus menggunakan hidupnya sebaik mungkin, agar tidak menyesal di kemudian hari. Karena penilaian Tuhan terhadap tindakan manusia bersifat absolute.

Setiap manusia memiliki ”kenikmatan duniawi” yang berbeda satu dengan yang lain, ada yang menjadi presiden dan ada yang menjadi rakyat, ada yang menjadi konglomerat dan ada juga yang fakir miskin. Ada manusia baik dan ada juga manusia jahat. Kehidupan manusia tersebut secara garis besar merupakan kehendak Allah SWT, namun secara individu apa yang disebut takdir tersebut, ternyata masih masih bisa dirubah oleh individu tersebut tergantung usahanya.

Kolaborasi antara takdir Tuhan dan usaha manusia inilah yang menjadi landasan utama ”perhitungan Tuhan” terhadap kualitas hidup manusia setelah kematiannya. Semakin bermanfaat hidup manusia bagi sesamanya, akan semakin banyak pahala yang diberikan Allah. Semakin banyak mudharat nya, maka kualitas hidup manusia itu sendiri menjadi semakin rendah.

Bagaimana hidup manusia itu, sangat ditentukan oleh individu tersebut. Ada individu yang meraih kekayaan dengan cara bekerja keras, menuntut ilmu, dan mengoptimalkan segala kemampuannya. Namun ada juga yang mengambil jalan pintas dengan cara korupsi, mencuri atau menipu orang lain. Secara materi, hasil yang akan diperoleh mungkin akan sama, tapi cara yang ditempuh sangat berbeda. Pada proses dan cara pencapaian inilah, penilaian terhadap baik buruk hidup manusia terjadi.


Tujuan Hidup?

” Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepadaKu..” (QS: Adz-Dzaariyaat: 56).

Secara islam, pengertian Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah SWT, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang nampak (lahir) maupun yang tersembunyi (batin). Sebagian ulama menambahkan dengan: disertai oleh ketundukan yang paling tinggi dan rasa kecintaan yang paling tinggi kepada Allah SWT.

Ibadah itu banyak macamnya dan terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut kepada Alloh subhaanahu wa ta’ala), raja’ (mengaharap rahmat Alloh subhaanahu wa ta’ala), mahabbah (cinta kepada Alloh subhaanahu wa ta’ala), tawakkal adalah ibadah yang berkaitan dengan hati. Sedangkan membaca Al-Qur’an, tasbih, tahlil, takbir, tahmid adalah ibadah lisan dan hati. Sedangkan shalat, zakat, haji, berbakti pada orang tua, membantu orang kesulitan adalah ibadah badan dan hati.

Ibadah menurut bahasa artinya adalah taat (patuh, tunduk). Secara umum adalah mentaati segala perintah dan menjauhi segala larangan-larangan Allah. Secara khusus adalah ketaatan kepada hukum syara’ yang mengatur hubungan antara manusia dengan tuhannya, seperti shalat, zakat, haji, do’a, dan sebagainya.

Melaksanakan ibadah dalam makna umum secara konkrit merupakan misi hidup manusia di dunia menurut Islam. Inilah hakikat hidup manusia di dunia, dan yang wajib menjadi landasan segala pemikirannya. Realiti ibadah terwujud ketika seorang muslim mengikat dirinya dengan hukum-hukum syara’ dalam hubungan dengan Tuhan, Manusia lainnya dan dirinya sendiri.

Apa itu Kematian?

Kematian, semua orang tahu tapi terlalu sedikit yang mau menyadari, banyak manusia yang berusaha lari dari kematian, membebaskan fikirannya dari bayang-bayang maut. Namun sia-sialah usaha mereka. Ibarat bejana, semua orang akan meminumnya, ibarat binatang buas tak pernah bosan mengejar mangsanya, dia berjalan dan tak pernah memperlambat langkahnya, dia pasti datang tak pernah ingkat akan janjinya." Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya.Itulah yang kamu selalu lari dari padanya. (QS. 50:19)

"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati... (QS. 3:185)

Secara kedokteran, indikator yang menunjukkan kematian seseorang dan berhentinya kehidupan padanya, adalah matinya batang otak (brain stem). Batang otak adalah semacam tangkai pada otak yang berbentuk penyangga atau tonggak, yang terletak pada pertengahan bagian akhir dari otak sebe­lah bawah, yang berhubungan dengan jaringan syaraf di leher. Di dalamnya terdapat jaringan syaraf yang jalin menjalin. Batang otak merupakan sirkuit yang menghubungkan otak dengan seluruh anggota tubuh dan dunia luar, yang berfungsi membawa stimulus penginderaan kepada otak dan membagikan seluruh respons yang dikeluarkan oleh otak untuk melaksanakan pesan-pesan otak.

Manusia, melalui nalar dan pengalamannya tidak mampu mengetahui hakikat kematian, karena itu kematian dinilai sebagai salah satu gaib nisbi yang paling besar. Walaupun pada hakikatnya kematian merupakan sesuatu yang tidak diketahui, namun setiap menyaksikan bagaimana kematian merenggut nyawa yang hidup manusia semakin terdorong untuk mengetahui hakikatnya atau, paling tidak, ketika itu akan terlintas dalam benaknya, bahwa suatu ketika ia pun pasti mengalami nasib yang sama.

Sebenarnya akal dan perasaan manusia pada umumnya enggan menjadikan kehidupan atau eksistensi mereka terbatas pada puluhan tahun saja. Walaupun manusia menyadari bahwa mereka harus mati, namun pada umumnya menilai kematian buat manusia bukan berarti kepunahan. Keengganan manusia menilai kematian sebagai kepunahan tercermin antara lain melalui penciptaan berbagai cara untuk menunjukkan eksistensinya. Misalnya, dengan menyediakan kuburan, atau tempat-tempat tersebut dikunjunginya dari saat ke saat sebagai manifestasi dari keyakinannya bahwa yang telah meninggalkan dunia itu tetap masih hidup walaupun jasad mereka telah tiada.

Dalam artikel Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat, M. Quraish Shihab, M.A menuliskan; Socrates pernah berkata, sebagaimana dikutip oleh Asy-Syahrastani dalam bukunya Al-Milal wa An-Nihal (I:297),

"Ketika aku menemukan kehidupan (duniawi) kutemukan bahwa akhir kehidupan adalah kematian, namun ketika aku menemukan kematian, aku pun menemukan kehidupan abadi. Karena itu, kita harus prihatin dengan kehidupan (duniawi) dan bergembira dengan kematian. Kita hidup untuk mati dan mati untuk hidup." Secara lahiriah, kematian memang akan memisahkan manusia dengan kehidupan duniawinya. Tetapi hasil karya, pemikiran manusia, atau ilmu yang bermanfaat merupakan peninggalan duniawi yang akan terus dikenang oleh generasi selanjutnya, pasca kematiannya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad :“Apabila seorang anak Adam meninggal, maka akan terputus amalannya kecuali tiga perkara : shadaqoh jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakan kepadanya” (HR Abu Hurairah)

Puluhan atau bahkan ratusan tahun pasca kematiannya, umat manusia akan selalu mengingat karya-karya para pemikir dunia. Siapa tak kenal tokoh pemikir islam, Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun dll. Atau ahli filsafat, Plato, Socrates, Aristoteles hingga filsuf ”si pembunuh Tuhan” Friedrich Nietzsche . Atau si genius Albert Einstein dengan teori relativitasnya, Issac Newton dengan teori gravitasinya, atau si kontroversi penemu teori evolusi, Charles Darwin.

Salah satu cara manusia agar tetap bisa abadi pasca kematiannya, adalah menghasilkan karya-karya brilian. Dengan berkarya manusia akan dihargai oleh sesamanya (hablun min annaas), yang juga secara otomatis juga akan dihargai oleh Tuhan (hablun min allah). Relevansi dari bermanfaat bagi sesama manusia adalah kenikmatan surgawi yang dijanjikan oleh semua agama samawi.


Daftar Pustaka:

1. Artikel : Pandangan al-kindi tentang filsafat agama dan al-nafs, oleh Aldicool. http://one.indoskripsi.com

2. Artikel : Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat, oleh M. Quraish Shihab, M.A

Berbagai Artikel di Internet

Tidak ada komentar: