Selasa, 24 Maret 2009

Apa Itu Dokumenter?

Dokumenter sering dianggap sebagai rekaman ‘aktualitas’—potongan rekaman sewaktu kejadian sebenarnya berlangsung, saat orang yang terlibat di dalamnya berbicara, kehidupan nyata seperti apa adanya, spontan dan tanpa media perantara. Walaupun kadang menjadi materi dalam pembuatan dokumenter, faktor ini jarang menjadi bagian dari keseluruhan film dokumenter itu sendiri, karena materi-materi tersebut harus diatur, diolah kembali, dan diatur strukturnya. Terkadang bahkan dalam pengambilan gambar sebelumnya, berbagai pilihan harus diambil oleh para pembuat film dokumenter untuk menentukan sudut pandang, ukuran shot (type of shot), pencahayaan dan lain-lain agar dapat mencapai hasil akhir yang diinginkan.

John Grierson pertama-tama menemukan istilah dokumenter dalam sebuah pembahasan film karya Robert Flaherty, Moana (1925), yang mengacu pada kemampuan sebuah media untuk menghasilkan dokumen visual suatu kejadian tertentu. Grierson sangat percaya bahwa “Sinema bukanlah seni atau hiburan, melainkan suatu bentuk publikasi dan dapat dipublikasikan dengan 100 cara berbeda untuk 100 penonton yang berbeda pula.” Oleh karena itu dokumenter pun termasuk didalamnya sebagai suatu metode publikasi sinematik, yang dalam istilahnya disebut “creative treatment of actuality” (perlakuan kreatif atas keaktualitasan). Karena ada perlakuan kreatif, sama seperti dalam film fiksi lainnya, dokumenter dibangun dan bisa dilihat bukan sebagai suatu rekaman realitas, tetapi sebagai jenis representasi lain dari realitas itu sendiri.

Kebanyakan penonton dokumenter di layar kaca sudah begitu terbiasa dengan kode dan bentuk yang dominan sehingga mereka tak lagi mempertanyakan lebih jauh tentang isi dari dokumenter tersebut. Misalnya penonton sering menyaksikan dokumenter yang dipandu oleh voiceover, wawancara dari para ahli, saksi dan pendapat anggota masyarakat, set lokasi yang terlihat nyata, potongan-potongan kejadian langsung dan materi yang berasal dari arsip yang ditemukan. Semua elemen khas tersebut memiliki sejarah dan tempat tertentu dalam perkembangan dan perluasan dokumenter sebagai sebuah bentuk sinematik.

Ini penting ditekankan, karena dalam berbagai hal, bentuk dokumenter sering diabaikan dan kurang dianggap di kalangan film seni karena seakan-akan dokumenter cenderung menjadi bersifat jurnalistik dalam dunia pertelevisian. Bukti-bukti menunjukkan bahwa, bagaimanapun, dengan pesatnya perkembangan dokumenter dalam bentuk pemberitaan, terdapat perubahan kembali ke arah pendekatan yang lebih sinematik oleh para pembuat film dokumenter akhir-akhir ini. Dan kini perdebatannya berpindah pada segi estetik dokumenter karena ide kebenaran dan keaslian suatu dokumenter mulai dipertanyakan, diputarbalikkan dan diubah sehubungan dengan pendekatan segi estetik dokumenter dan film-film non-fiksi lainnya.

Satu titik awal yang berguna adalah daftar kategori Richard Barsam yang ia sebut sebagai “film non-fiksi” Daftar ini secara efektif menunjukkan jenis-jenis film yang dipandang sebagai dokumenter dan dengan jelas memiliki ide dan kode etik tentang dokumenter yang sama. Kategori-kategori tersebut adalah:
• film faktual
• film etnografik
• film eksplorasi
• film propaganda
• cinéma-vérité
• direct cinema
• dokumenter

Pada dasarnya Barsam menempatkan dokumenter itu sendiri di luar kategori lain karena ia mengatakan bahwa peran si pembuat film dalam menentukan interpretasi materi dalam jenis-jenis film tersebut jauh lebih spesifik.

Perkembangan dokumenter dan genre-nya saat ini sudah sangat pesat dan beragam, tetapi ada beberapa unsur yang tetap dan penggunaannya; yakni undur visual dan verbal yang biasa digunakan dalam dokumenter.

Unsur Visual:
1. Observasionalisme reaktif: pembuatan film dokumenter dengan bahan yang sebisa mungkin diambil langsung dari subyek yang difilmkan. Hal ini berhubungan dnegan ketepatan observasi oleh operator kamera/sutradara.

2. Observasionalisme proaktif: Pembuatan film dokumenter dengan memilih materi film secara khusus sehubungan dengan observasi terdahulu oleh operator kamera/sutradara.

3. Mode ilustratif: Pendekatan terhadap dokumenter yang berusaha menggambarkan secara langsung tentang apa yang dikatakan oleh narator/voice over.

4. Mode asosiatif: Pendekatan dalam dunia dokumenter yang berusaha menggunakan potongan-potongan gambar dengan berbagai cara. Dengan demikian, diharapkan arti metafora dan simbolis yang ada pada informasi harafiah dalam film, dapat terwakili.

Unsur Verbal:
1. Overheard exchange: Rekaman pembicaraan antaradua sumber atau lebih yang terkesan direkam secara tidak sengaja dan secara langsung.

2. Kesaksian: Rekaman observasi, opini atau informasi, yang diungkapkan secara jujur oleh saksi mata, pakar dan sumber lain yang berhubungan dengan subyek dokumenter. Hal ini merupakan tujuan utama dari wawancara.

3. Eksposisi: Penggunaan voice over atau orang yang langsung berhadapan dengan kamera, secara khusus mengarahkan penonton yang menerima informasi dan argumen.

Perkembangan Dokumenter

A. Dari Travelog hingga Dokumenter Arahan

Sejarah film non-fiksi berawal dari perkembangan awal film. Berlanjut dari still photography dan studi tentang gerakan seperti yang dipotret oleh Edward Muybridge hingga meluasnya trend dalam seni untuk merekam ‘realitas, dalam cara yang paling akurat,’ ‘aktual’ atau ‘bersifat dokumenter’. Trend yang dipopulerkan oleh Lumiere bersaudara pada tahun 1895 ini merupakan sebagian dari film non-fiksi pertama. Beberapa dari film itu adalah Workers Leaving the Lumière Factory dan Arrivèe d’un train en gare à la Ciotat, dan hanya merupakan contoh kejadian sehari-hari yang terekam oleh kamera statis. Penonton takjub karena itulah pertama kalinya mereka menyaksikan peristiwa-peristiwa nyata dalam bentuk film. Film-film pendek serupa dibuat oleh Edison di Amerika dan fenomena itu dengan cepat menyebar ke seluruh dunia, ditandai dengan bermunculannya karya-karya serupa dari Spanyol, India dan Cina.

Mungkin, contoh-contoh utama yang mencirikan bentuk dokumenter adalah film yang muncul setelah revolusi Rusia tahun 1917 dan terutama karya Dziga Vertov – mengedit sebuah film berita berjudul Kino-Pravda (secara harafiah berarti ‘Kebenaran-Film’) – dan mengembangkan suatu pendekatan yang dipergunakan dalam sebuah film berjudul Kinoki (‘mata-sinema’). Buatnya tugas seorang pembuat film adalah mengungkapkan bahwa dalam hidup itu tidak ada yang terjadi secara kebetulan, pembuat film diharapkan dapat menangkap hubungan dialektis antara kejadian-kejadian yang sangat berlawanan dalam realita; tugasnya adalah untuk mengungkap konflik yang terkandung dalam kekuatan antagonistik di kehidupan dan memaparkan dengan jelas ‘sebab dan akibat’ dari fenomena kehidupan. Penggunaan media film oleh Vertov sangatlah kreatif dan ia secara terus-menerus menekankan pentingnya seni pembuatan film dan terpolitisirnya realita yang berhasil terekam. Pertentangan antara menampilkan ‘aspek’ rekaman (yaitu penggunaan kamera secara tidak lazim, editing yang kompleks, dsb) dan ‘isi’ yang ditunjukkan membuat rancu konsep film sebagai dokumentasi.

Hal ini terutama berhubungan dengan karya selanjutnya dan yang paling terkenal, The Man with the Movie Camera (1929). Sutradara cinéma-vérité, Richard Leacock, mengatakan bahwa film berita Vertov bersifat persuasif, walaupun kelaparan dan bencana yang terekam itu terkesan dangkal. Rasa estetika Vertovlah yang dalam pikiran Leacock sangat menjauhkannya dari semangat murni bidang dokumenter dalam menunjukkan kehidupan seperti apa adanya.

Formalisme serupa muncul pada apa yang kemudian dikenal sebagai dokumenter City Symphony yang meliputi Rien que les heures (1926), disutradarai oleh Alberto Cavalcanti, dan Berlin, Symphony of a Great City (1927) karya Walter Ruttman. Kedua karya tersebut diwarnai oleh tehnik-tehnik baru dan surealis. Pada dasarnya, kedua film tersebut merupakan gambaran dari tiap-tiap kota, dengan menggunakan potongan gambar dari berbagai lokasi sesungguhnya untuk mengungkapkan kontradiksi antara kaya dan miskin. Walaupun menghadapi tuntutan para formalis, kedua film tersebut berhasil mencapai sukses dalam memancing pendapat publik, dan berpengaruh dalam keberhasilan mereka menggunakan gambaran kehidupan manusia sehari-hari, obyek dan lokasi untuk efek politis dan simbolis.

Di Amerika, film non-fiksi pada mulanya berbentuk travelog (suatu istilah yang ditemukan oleh Burton Holmes), yaitu potongan gambar yang diambil di negara asing dan dipertontonkan dalam perkuliahan dan pemutaran slide untuk memperkenalkan penonton pada budaya yang berbeda-beda dan berbagai tempat eksotis.

Tahun 1904, pada Pameran St Louis, Tours and Scenes of the World yang dibuat oleh George C. Hale cukup berhasil, tapi tidak mencapai taraf yang sama dengan film perjalanan safari Presiden Teddy Roosevelt ke Afrika atau pengalaman Robert Scott ke Kutub Selatan. Film-film perjalanan (travelog) tersebut menarik minat publik Amerika karena film tersebut menunjukkan jiwa petualangan dan keberanian orang Amerika; mendukung adanya pandangan bahwa kesadaran orang Amerika yang tinggi ini terlihat dari jiwa perintis dan kemampuan bertahan dari ‘daerah perbatasan’.

Pandangan ini menopang tradisi aliran Romantis pembuatan film, diawali dengan potongan gambar travelog para koboi dan orang Indian dan mencapai perwujudannya yang sempurna dalam film karya Robert Flaherty. Namun, perlu disebutkan secara khusus mengenai Merian C. Cooper dan Ernest Schoedsack yang membuat Grass (1925), sebuah film tentang suku nomadis Iran mencari padang rumput yang masih segar, dan Chang (1927), yang mengikuti pengalaman sebuah keluarga Thailand di dalam hutan, di dalamnya terdapat juga adegan berbagai binatang predator yang berusaha memangsa para wanita dan anak. Film ini sangat mempengaruhi film Cooper dan Shoedsack yang paling terkenal, King Kong (1933).

Namun, Robert Flaherty-lah yang paling memberikan wujud bagi bentuk dokumenter sebagai suatu alat etnografis (studi ilmiah tentang ras lain melalui observasi langsung dan antropologis). Disponsori oleh perusahaan pakaian yang terbuat dari bulu hewan, Revillon Freres, Flaherty membuat Nanook of the North (1922), sebuah studi tentang suku Inuit Eskimo di sebelah utara Kanada, yang dikenal sebagai salah satu film paling berpengaruh dalam aliran tersebut.

Mungkin film itu memberikan semua petunjuk yang kita perlukan untuk mendefinisikan baik dokumenter maupun batasan-batasannya yang dapat diterima. Seperti diungkapkan oleh Barsam dan Calder-Marshall di atas, film karya Flaherty adalah film-film ‘arahan’ dengan tujuan tertentu; suatu tujuan yang dapat kita sebut tak hanya untuk merekam kehidupan orang Eskimo, tapi juga untuk mengingat dan menampilkan kembali masa kehidupan orang Eskimo yang lebih primitif, lebih ‘nyata’, di waktu lalu.
Tujuan nostalgia ini hanya dipakai untuk memitologikan kehidupan orang Eskimo, dan pada taraf tertentu menggesernya dari konteks ‘sebenarnya’; hingga sekali lagi mempertanyakan beberapa prinsip yang melekat, yang kita asumsikan sangat penting dalam menentukan ‘kebenaran’ dokumenter.

Campur tangan Flaherty dalam materi film itulah yang paling bermasalah ketika mengevaluasi Nanook sebagai film dokumenter utama. Flaherty tak puas hanya dengan merekam kejadian-kejadian; ia ingin ‘mendramatisir’ kenyataan dengan memfilmkan aspek-aspek kebudayaan orang Eskimo yang ia ketahui dari perjalanan terdahulunya ke Hudson Bay antara tahun 1910-1916. Misalnya, ia ingin memfilmkan orang Eskimo berburu dan menangkap anjing laut dengan seruit (seruit: sejenis tombak bermata satu yang digunakan untuk menangkap jenis ikan besar, pada masa modern digunakan secara ditembakkan) secara tradisional, ketimbang merekam adegan berburu dengan menggunakan senapan, alat yang waktu itu mereka gunakan sehari-hari. Flaherty juga membangun igloo untuk menyesuaikan peralatan kamera, dan mengatur sebagian gaya hidup orang Eskimo untuk dicocokkan dengan keperluan teknis pengambilan gambar dalam kondisi tersebut. Dalam Moana, Flaherty menampilkan upacara ritual pembuatan tato penduduk pulau Samoa, mengetengahkan kembali suatu praktik yang sudah bertahun-tahun tak pernah lagi dilakukan. Sementara dalam Man of Aran (1935), para pemburu ikan hiu juga ditampilkan, padahal tidak lagi mencirikan keberadaan penduduk Pulau Aran pada saat itu.

B. Dari Ulasan Sosial, Propaganda, hingga Aktualitas Puitis

Jika Flaherty membangun tradisi dokumenter yang muncul dari film perjalanan dan ingin merayakan keberadaan umat manusia, maka John Grierson (berkebangsaan Inggris) mengartikan dokumenter dalam terminologi yang lebih dipolitisir. Terpikat oleh pandangan bahwa dokumenter dapat membantu proses demokrasi dalam mendidik masyarakat, Grierson dengan semangat mengejar tujuannya.

Ia dipengaruhi oleh pemikiran Water Lippmann (yang percaya bahwa kompleksitas kehidupan modern mencegah orang awam untuk berpartisipasi dalam masyarakat sebagaimana mestinya) dan karya Sergei Eisenstein (”Battleship Potemkin”, 1925).
Grierson ingin agar film dokumenter secara sosiologis lebih peka dan kurang estetis daripada hasil karya Vertov. Pemikiran inilah yang kemudian mempengaruhi era tersebut, dimulai dengan Drifters (1929), satu-satunya film yang benar-benar disutradarai oleh Grierson, mengisahkan tentang para nelayan penangkap ikan herring di North Sea.

Film-film penting lainnya menyusul, yaitu Granton Trawler (1934), disutradarai oleh Edgar Anstey, mengenai dunia perikanan dan nelayan. Song of Ceylon (1934), disutradarai oleh Basil Wright, yang menampilkan usaha pertamanya untuk menggunakan nada penggiring gambar dan bukannya musik atau dialog. Housing Problems (1935), disutradarai bersama oleh Anstey dan Arthur Elton, yang menggunakan gaya film berita jurnalistik dalam mewawancarai orang-orang yang hidup di perumahan kumuh. Nightmail (1936), disutradarai oleh Basil Wright dan Harry Watt, yang menampilkan musik karya Benjamin Britten dan puisi karya W.H. Auden mengenai kereta api malam pengangkut surat dalam perjalanannya dari London ke Glasgow. North Sea (1938), diproduksi oleh Alberto Cavalcanti, dan disutradarai oleh Harry Watt, berkisah tentang hubungan radio dari kapal ke pantai yang direkonstruksikan secara dramatis.

Film-film seperti Squadron 992 (1939), Dover Front Line (1940), dan Target for Tonight (1941) menjadikan Harry Watt sebagai salah satu pembuat film yang paling penting pada periode tersebut, tapi karya Humphrey Jennings-lah yang menunjukkan beberapa aspek yang paling indah dan paling berpengaruh dalam pembuatan film dokumenter Inggris.

Ketika perang pecah, Jennings membuat dua film; The First Days (1939) dan Spring Offensive (1939). Namun karya terbesarnya adalah London Can Take It yang dibuat bersama Harry Watt. Film tersebut menceritakan tentang bagaimana orang Inggris selamat dalam menghadapi serangan udara mendadak, dan juga menunjukkan semangat, kegigihan dan ketahanan mereka. Film itu sengaja dibuat untuk menarik minat pasar di Inggris sendiri dan juga di Amerika. Film berikutnya adalah Heart of Britain (1940). Namun, film Words for Battle (1941) lah yang mengukuhkan posisi Jenning sebagai seorang pembuat film yang tak takut untuk mengembangkan berbagai aspek yang ia garap. Termasuk pendekatan yang lebih puitis dan ekspresif dari realisme emosionil. Words for Battle terdiri dari tujuh bagian. Tiap bagian berisi komentar Laurence Olivier. Bagian-bagian tersebut menampilkan gambaran pendekatan dengan cuplikan-cuplikan puisi atau orasi publik – termasuk potongan puisi William Blake yang berjudul ‘Jerusalem’, ‘The Beginnings’ karya Rudyard Kipling, pidato Winston Churchill pada 4 Juni 1940 serta Pidato Abraham Lincoln di Gettysburg (19 November 1863).

Jennings dapat menjadikan ‘aktualitas’ puitis secara efektif dan pada saat yang bersamaan, membangun kembali monumen dan bangunan bersejarah di masyarakat serta mengangkat nilai kemanusiaan rakyat biasa sewaktu menjalani kerasnya hidup selama peperangan dengan tabah. Hal ini menjadikan dokumenter sebagai jenis film yang tidak semata-mata merekam peristiwa, tetapi juga menjadikan peristiwa-peristiwa tersebut sebagai ilustrasi yang sesuai untuk hal-hal puitis.

Pendekatan tersebut diteruskan pada karya-karya Jennings berikutnya; Listen to Britain (1941) dan Fires Were Started (1942). Tujuan dari pendekatan tersebut adalah untuk mengungkapkan secara emosionil dan mengangkat praktik kerja umum yang selama itu terabaikan hingga dianggap penting dan nilainya diakui selama perang. A Diary for Timothy (1946) melengkapi siklus perjuangan Jennings dan mungkin merupakan prestasi terbesarnya. Film tersebut mengisahkan pertumbuhan bayi Timothy sesudah perang, dengan naskah yang digarap oleh E.M. Forster dan dibawakan oleh Michael Redgrave, film tersebut memiliki nuansa sendu dan tak jelas karena optimisme emosionil Jennings yang normal menjadi kabur. Dokumenter yang seharusnya ‘aktual’; kini lebih dipengaruhi oleh ‘perasaan’ yang tidak konsisten daripada ‘fakta’ yang konsisten.

C. Propaganda sebagai Dokumenter Mitos

Diperlukan satu pembahasan panjang mengenai tradisi pembuatan film dokumenter a la Eropa. Namun demikian, tokoh seperti Joris Ivens (Belanda) dan Henri Storck (Belgia) berperan besar menyumbangkan pengertian tentang masa pra-perang di Eropa melalui film-film mereka. Ironisnya, Leni Riefenstahl, salah satu sutradara Eropa terbesar dan paling kontroversial menciptakan apa yang kemudian dikenal sebagai salah satu film terbaik, baik dokumenter ataupun jenis lainnya, sepanjang masa. Pada tahun 1935, Reifenstahl membuat Triumph of the Will, sebuah catatan tentang rapat akbar partai di Nuremberg yang mengundang perdebatan sengit. Haruskah film yang mengagung-agungkan cita-cita Nazi semacam itu, dipisahkan dari konteks propagandanya untuk kemudian diangkat menjadi film ‘seni’ dan dianggap sebagai salah satu contoh dokumenter terbaik?

Reifenstahl membuat Triumph of the Will setelah ia menyelesaikan Victory of Faith (1933) untuk merayakan Kongress Nasional Partai Sosialis Hitler yang pertama, dan Day of Freedom: Our Army (1934) sebuah bentuk penghormatan betapa efisiensnya resimen tentara Jerman. Triumph of the Will secara mendasar menggabungkan kedua tema tersebut dan mengembangkannya menjadi ide propaganda dokumenter sebagai mitos. Tampaknya, dengan dukungan penuh dari Hitler, Goebbels, dan pemerintah, serta sokongan dana dari berbagai agen pemerintah, Riefenstahl mempekerjakan sekitar 120 kru film dan lebih dari 30 kamera selama pengambilan dan pembuatan filmnya. Kru sebanyak itu sengaja diadakan untuk menunjang film tersebut dan sengaja membuat sebuah panggung artifisial yang megah. Hal ini langsung mematahkan pernyataan Riefenstahl yang mengatakan bahwa Triumph of the Will adalah cinéma vérité, karena seperti yang ditunjukkan oleh Susan Sontag bahwa ‘dokumen (gambaran) dalam Triumph of the Will, bukan semata-mata rekaman realitas, melainkan ‘realitas’ yang dibangun untuk melengkapi sebuah gambaran yang diinginkan.

Pembangunan ‘mitos’ dokumenter ini berkaitan dengan segi estetik fasis yang ditekankan Sontag dalam evaluasinya tentang Riefenstahl. Sontag mengatakan bahwa rapat akbar ‘ritual’ Nuremberg digambarkan dengan ‘dominasi’ dan ‘perbudakan’, dan hal ini secara simbolis tercermin dalam kumpulan segerombolan orang secara besar-besaran; perubahan orang menjadi sesuatu; pelipatgandaan sesuatu dan semuanya mengelilingi tokoh pemimpin atau pasukan yang sangat kuat dan berpengaruh. Dramaturgi fasis berpusat pada pertukaran eforia antara kekuatan besar dengan boneka-bonekanya. Koreografinya berubah silih berganti antara gerak tiada henti dan pose beku, statis dan kaku. Seni fasis memuja penyerahan, memuliakan kebodohan; mengagungkan kematian.

D. DARI BIAS DOKUMENTER HINGGA DIRECT-CINEMA DAN CINEMA-VERITE

Tahun 1936-37, Pare Lorentz satu lagi tokoh dalam pembuatan film non-fiksi Amerika, membuat dua film penting,The Plow that Broke the Plains (1936) dan The River (1937). Kedua-duanya disponsori oleh pemerintah dan berusaha mendukung ‘impian Amerika’.

The River adalah dokumenter berdurasi 30 menit yang dibuat dengan film 16 mm, berisi pengalaman sebuah keluarga yang dilanda kemiskinan. Dalam film itu, diberi kesan bahwa mereka ‘berpakaian tidak layak’, ‘tinggal di tempat yang tidak layak’, ‘tidak cukup makan’ dan ‘menggantungkan diri pada hasil panen’. Film itu berusaha membuktikan bahwa campur tangan pemerintah telah memperbaiki daerah tersebut, melalui Kebijakan “New Deal-nya“ Roosevelt (Proyek The Tennesse Valley Authority dan The Farm Security Administration pada tahun 1933). Tujuannya adalah agar mendapat dukungan penonton kelas menengah Barat dalam meneruskan pendanaan reformasi negara di Mississippi Valley.

Patut diperhatikan bahwa keluarga yang difokuskan dalam film tersebut berkulit putih, padahal kemungkinan besarnya yang bekerja di daerah tersebut adalah keluarga berkulit hitam. Disini jelas bahwa Lorentz menggunakan filmnya untuk menarik elit kekuasaan, pembuat undang-undang dan pemilih berkulit putih untuk menjamin perubahan. Singkatnya, film tersebut bukan untuk penonton berkulit hitam, walaupun, dalam kenyataan situasi tersebut lebih berdampak pada banyak keluarga berkulit hitam.

Film dokumenter di sini digunakan sebagai alat spesifik dalam proses komunikasi antara pemerintah dan penduduknya. Dalam tradisi dokumenter Amerika, dasar pemikiran inilah yang lebih dari 30 tahun kemudian ingin diubah oleh para pembuat film Amerika. Pembuat film sayap kiri baru ingin ikut serta dalam proses komunikasi antara pemerintah dan rakyatnya dengan mengungkapkan bagaimana pemerintah membangun institusi yang menekan dan seenaknya mengatasnamakan rakyat atas nama demokrasi.

Robert Drew adalah salah seorang pionirnya, bersama dengan para sutradara utama direct-cinema, Richard Leacock, Donn Pennebaker, serta Albert dan David Maysles merintis sebuah perlawanan terhadap model-model dokumenter pesanan dan sangat dikonstruksi itu. Primary (1960), film yang mengabadikan Hubert Humphrey dan John F. Kennedy dalam urutan kampanye partai demokrat pada pemilihan awal di Winsconsin, dan mencoba untuk melihat prosesnya melalui mata para kandidat.

Dengan menggunakan kamera jinjing, film tersebut mengangkat pengalaman para kandidat dan terbukti sangat terbuka dalam fokusnya mengenai kemeriahan acara tersebut. Direct-cinema sepertinya merekam ‘keaktualitasan’ dengan cara yang dapat mencapai kebenaran dan ketepatan sejarah.

Saat meninggalkan Drew Associates, Pennebaker mengejar ketertarikannya pada kebudayaan populer pada masa itu. Ia membuat Don’t Look Back (1966), sebuah film mengenai tur Bob Dylan di Inggris pada tahun 1965, dan Monterey Pop, menyajikan penampilan The Who, Simon & Garfunkel, dan Jimi Hendrix. Pennebaker, seperti rekannya Leacock, tampaknya memiliki ketertarikan terhadap musik sebagai barometer tingkah laku populer dan energi komunal. Pennebaker memadang filmnya kurang politis dibandingkan rekan-rekan direct-cinema-nya. Menurutnya: ‘Film-film saya bukan film dokumenter. Film tersebut tidak dimaksudkan untuk menjadi film dokumenter, tapi merupakan rekaman kejadian tertentu saja. Sedangkan dokumenter menurutnya film untuk tujuan eksplorasi, investigasi dan analisa.

Kemudian lahir Woodstock (1970) karya Mike Wadleigh dan Gimme Shelter (1970), yang dibuat oleh Maysles bersaudara. Bila Woodstock, rekaman mengenai festival musik rock paling terkenal sepanjang waktu, merupakan perayaan nilai spiritual dari perdamaian, cinta, komunitas dan penggunaan narkotika sebagai pemicu kreatifitas, lalu Gimme Shelter, rekaman mengenai tur keliling Amerikanya the Rolling Stones, menyajikan pembunuhan yang terjadi pada konser band tersebut di Altamont, ditertibkan oleh Hell’s Angels, memberi kesan bahwa era tersebut telah berakhir.

Maysles bersaudara banyak membuat dokumenter mengenai tokoh-tokoh budaya populer, contohnya, The Beatles dalam What’s Happening! The Beatles in the USA (1964), Marlon Brando dalam Meet Marlon Brando (1965), Mohammed Ali dan Larry Holmes dalam Mohammed and Larry (1980) dan Christo, seniman dengan visi, yang membungkus kawasan terkenal seperti pulau, lembah dan jembatan dengan kain sutera, dalam Christo’s Valley Curtain (1974), Running Fence (1976) dan Islands (1986).

Walaupun demikian, salah satu film yang paling penting adalah Salesman (1969), yang mengabadikan empat anggota perusahaan kitab Injil kelas menengah Amerika dalam usaha mereka untuk menjual kitab Injil. Kitab Injil, tentunya, adalah lebih dari sekedar ‘buku suci’, lebih dari sekedar ‘sebuah komoditas’, maka yang akhirnya terjadi adalah ketegangan antara nilai-nilai komersial dan spiritual. Untuk membeli atau menjual kitab Injil penting bagi kita untuk menunjukkan ‘kepercayaan’ kita, dan Paul Brennan, sang tokoh antagonis dijadikan fokus dari film tersebut, dengan jelas memperlihatkan sebuah krisis diri dalam mengerjakan pekerjaannya.

Relativitas sebuah film dokumenter sekali lagi dipertanyakan – sebuah relativitas yang tidak pernah disangkal oleh salah satu pendukungnya dari Amerika yang hebat, Frederick Wiseman. Saya rasa obyektifitas/subyektifitas adalah omong kosong. Saya tidak mengerti bagaimana sebuah film bisa tidak subyektif. Wiseman menghindari gaya pendekatan dokumenter yang mengutamakan tokoh atau kejadian dalam budaya populer. Ia lebih tertarik dengan gaya pembuatan film tertentu yang mengikutsertakan penonton dengan kehidupan sehari-hari institusi Amerika yang familiar.

Wiseman ingin mengetengahkan institusi ini karena institusi tersebut berfungsi sebagai bagian dari struktur dasar masyarakat demokratis, namun begitu menyatunya institusi itu di dalam masyarakat sehingga aktifitas mereka luput dari perhatian dan tidak pernah dipertanyakan.

Dengan cara tidak memfokuskan pada cerita individu, Wiseman meciptakan berbagai kejadian ‘mosaic’, interaksi dan proses bekerja, mengungkapkan bentuk-bentuk tingkah laku, yang pada akhirnya merefleksikan moral institusi tersebut dan nilai-nilai sosial masyarakat. Agar penonton dapat mengenal dan mengartikan materi yang ditayangkan, penting bahwa mereka tidak ‘pasif’ tapi secara aktif terikat dalam merasakan dunia yang mereka sedang hadapi. Akibatnya, Wiseman tidak menggunakan dubbing atau musik untuk memandu agar penonton mengerti film itu.
Walaupun Wiseman ingin penonton membuat keputusan sendiri, ia juga ingin mereka membuat lompatan imajinatif untuk mengerti bahwa institusi apa pun adalah model dari masyarakat, dan aktifitasnya merupakan simbol dan metafora untuk tema-tema yang lebih besar mengenai kekuatan dan kekuasaan.

Wiseman sudah membuat banyak film. Beberapa karyanya yang paling penting termasuk Titicut Follies (1967), High School (1968), Basic Training (1971), Model (1980), dan Central Park (1989). Titicut Follies, yang merupakan film pertama Wiseman, mungkin tetap merupakan karyanya yang paling kontroversial. Film ini menceritakan tentang orang-orang gila yang bertindak kriminal di Rumah Sakit Bridgewater di Massachusetts.

Judul film ini berasal dari sandiwara tahunan yang ditampilkan oleh para pegawai dan pasien, yang menceritakan perilaku tidak berperikemanusiaan, langkah-langkah yang diambil pihak berwajib, dan kurangnya perawatan yang baik bagi pasien-pasien dengan gangguan serius. Hal ini merupakan contoh pertama dari salah satu tema utama Wiseman, yaitu usaha oleh individual manapun untuk mempertahankan sisi kemanusiaan mereka, sementara hal tersebut jelas-jelas bertentangan dengan peraturan-peraturan kelembagaan yang mempunyai akibat-akibat tidak manusiawi.

High School adalah film mengenai SMU NorthEast di Philadelphia, dan menceritakan tema yang sama dalam bentuk berbeda dengan menunjukkan bagaimana murid-murid di sekolah tersebut dipaksa untuk menuruti peraturan sekolah yang keras. Bagi pihak sekolah, kepatuhan mutlak tanpa alasan adalah kemestian. Sebuah cermin dari kepatuhan mutlak yang juga berlaku dalam masyarakat secara keseluruhan. Film ini berakhir dengan adegan ketika Dr. Haller, sang kepala sekolah, membaca surat dari mantan murid sekolah itu, Bob Walter, yang meminta agar uang asuransi GI-nya diberikan kepada sekolah tersebut apabila ia terbunuh di Vietnam. Dalam surat itu, ia berkata ‘Saya cuma tubuh yang melakukan pekerjaan’.

Dari Dokumenter Radikal ke Televisi, Perbedaan dan Bentuk Popular
Sekolah direct-cinema di Amerika sebenarnya ditentang oleh pembuat film bernama Emile de Antonio, yang merasa bahwa ambisi dari pembuatan film semacam itu – naïf dan tidak bisa dicapai. Film De Antonio diilhami oleh politik Marxis dan kritik intelektual yang pedas dari kemunafikan lembaga Amerika. Artinya, ia diawasi oleh J. Edgar Hoover, FBI dan CIA sepanjang karirnya.

Film-filmnya sebagian besar dikumpulkan dari potongan gambar yang ditemukan dan diambil dari banyak sumber, terutama dari banyak film yang tidak digunakan di jaringan liputan berita. Ia dengan sengaja membuat film yang menciptakan pandangan alternatif mengenai budaya Amerika seperti telah diketengahkan melalui televisi dan agen-agen pemerintah. Film-film tersebut termasuk Point of Order (1963), yang menunjukkan kejatuhan Senator McCarthy di acara dengar pendapat Senat Militer pada tahun 1954; Rush to Judgement (1967), yang merupakan dokumenter besar pertama untuk menantang penemuan Komisi Warren mengenai pembunuhan John F. Kennedy pada tahun 1963; In the Year of the Pig (1969), pandangan keras Amerika yang terjadi di Perang Vietnam; dan Milhouse: A Whitehouse Comedy (1972), gambaran satiris dari Richard Nixon.

De Antonio merasa bahwa karyanya sangat berlawanan dengan laporan berita yang biasa-biasa saja dan banyak disensor yang ditampilkan di jaringan televisi utama. Dalam pandangannya, berita-berita tersebut telah menyensor kenyataan. Ia juga mengutuk komersialisasi dari program berita Amerika sebagai mengecilkan arti kengerian perang dan menuntun penonton menjadi kurang sensitif terhadap rasa sakit dan duka cita. De Antonio pada dasarnya percaya bahwa televisi sebagai media sudah disalahgunakan, membosankan dan secara ideologi tidak lagi efektif.

Dalam banyak hal, kenyataan ini telah mempengaruhi dan menganggu para pembuat dokumenter untuk mensahkan kembali bentuk dokumenter. Hal ini telah menuntun beberapa dokumentaris untuk menggunakan media televisi dengan cerita narasi yang lebih radikal, atau untuk dengan membuat pendekatan-pendekatan mereka lebih berbeda dan eksperimental.

Selain itu, telah terjadi perkembangan ke bentuk yang lebih populis, yakni dengan bentuk hibrida antara dokumenter dengan opera sabun, drama fiksi dan rekonstruksi berita. Lebih lanjut, dengan mulai adanya teknologi camcoder yang terjangkau, kaum amatir telah menggunakannya dalam film Video Diaries dan untuk tujuan hiburan, seperti acara yang dibuat sebagai variasi Candid Camera.

Televisilah yang memainkan peranan penting dalam menyerap bentuk dokumenter di tahun 1970-an dan 1980-an. Keanekaragaman bentuk membuat pembuat-pembuat film dari kelompok-kelompok yang pada awalnya minoritas telah mengambil kesempatan untuk tampil lebih istimewa, dengan suara-suara khusus dan tujuan-tujuan tertentu. Hal ini penting bagi keberadaan dokumenter sebagai alat sosial yang penting untuk kelanjutan prinsip-prinsip demokratis.

Film-film non-fiksi penting mengenai feminisme telah muncul sehingga langsung menantang dominasi laki-laki dalam dokumenter. Film-film dengan tema tersebut antara lain Three Lives (1971) karya Kate Millet, Woman to Woman (1975) karya Donna Deitch, The Life and Times of Rosie the Riveter (1980) karya Connie Field, dan Daughter Rite (1978) karya Michelle Citron. Film-film ini menginginkan kembalinya ‘bahasa film’ dan menunjukkan sejarah dari problem-problem perempuan dalam masyarakat.

Serupa dengan itu, para pembuat film lesbian dan gay menemukan alat bicara di dalam dokumenter, contohnya dalam Before Stonewall: The Making of a Gay and Lesbian Community (1984) oleh Greta Schiller, John Scagliotti dan Robert Rosenberg, dan yang paling menyentuh adalah The Times of Harvey Milk (1984) karya Robert Epstein, mengenai pembunuhan Harvey Milk, seorang pejabat dan aktivis hak-hak kaum gay dan lesbian di San Fransisco.

Lebih lanjut, pembuat film dari kalangan orang kulit hitam telah menggunakan dokumenter untuk mengambil kembali sejarah dan identitas, khususnya mungkin ada di film Eyes on the Prize (1989) karya Henry Hampton, dan dalam konteks Inggris, Handsworth Songs (1986) karya John Akomfrah. Kelompok-kelompok yang ditekan atau tidak terwakilkan telah dapat membicarakan ‘kebenaran’ mereka, menunjukkan ‘fakta’ mereka dan menggambarkan ‘keaslian’ mereka, dan dalam hal ini fleksibilitas dokumenter telah membantu mereka dengan baik.

Di era 1990-an, lebih banyak lagi bentuk dokumenter yang dibuat agak murah dengan teknilogi digital baru, memenuhi jadwal televisi, dan berbicara kepada dengan penonton di seluruh dunia untuk mengambil aspek lain dari diri mereka sendiri dan dunia tempat mereka tinggal.

Proyek besar dari Era Informasi dalam memperbaiki komunikasi dan menyediakan lebih banyak waktu, tetapi belum berhasil membuat manusia dapat berkomunikasi lebih efektifl. Oleh sebab itu dokumeter sangat berharga dalam usahanya untuk mengevaluasi secara kritis kemajuan masyarakat yang seharusnya terjadi, dan implikasi nyata dari sejarah kebudayaan.

Contoh karya-karya penting lainnya adalah Shoah (1986) karya Claude Lanzmann, epic 9 jam mengenai wawancara dengan orang-orang yang selamat dari bencana; The Thin Blue Line (1988) karya Errol Morris, sebuah studi mengenai kasus pembunuhan pinggir jalan, dan Randall Adams, orang yang dipenjara karena diduga melakukan kejahatan tersebut, terbukti tidak bersalah; dan Roger and Me (1990) karya Michael Moore, sebuah perspektif dari warga yang prihatin mengenai pengkhianatan ekonomi dan sosial oleh General Motors. Semua berhasil secara internasional dan merupakan sebuah petunjuk bahwa bentuk dokumenter tetap kuat di era kontemporer. Belum lagi nama-nama seperti seperti Nick Broomfield, Molly Dineed, Clive Gordon, Robert Gardner dan Trinh T. Minh-ha yang cukup berhasil dengan film-filmnya.


Daftar Pustaka

Bill Nichols, Introduction to Documentary, Indiana University Press, 2001
________, Representing Reality, Indiana University Press, 1991
Alan Rosenthal, Writing, Directing and Producing Documentary Films and Video, Southern Illinois University Press, 1990
Michael Rabiger, Directing The Documentary, Focal Press, 1992
Sharon R. Sherman, Documenting Ourselves, The University Press Of Kentucky, 1998

Rabu, 28 Januari 2009

Metode Analisis Film menggunakan Teori Strukturalis

Penulis: Milhan Santoso
Sumber : http://milhan16.wordpress.com


Historical Overview Structuralism (menyingkap struktur berbagai aspek pemikiran, ungkapan dan tingkah laku)

Pada awal ini kelompok kami ingin memaparkan terlebih dahulu bagaimana suatu kajian kualitatif terhadap film ini muncul dan berbagai teori-teori yang terkait dengan sejarah dan teori analisis dilm itu sendiri. Jadi kemunculan awal suatu kajian strukturalis terhadap film diawali bukan terhadap analisis film tetapi film adalah suatu bentuk yang dikemas dari berbagai unsur seperti bahasa dan cara pengmabilan gambar. Teori strukturalis diawali oleh kajian terhadap ilmu bahasa, yang muncul pada zaman pertengahan di Eropa dengan nama gerakan kritis (abad 20 pertengahan)

Yang didasarkan pada teori-teori ilmu bahasa adalah suatu sistim yang disatukan dari tanda-tanda. Jadi mereka berusaha untuk melihat bagaimana suatu sistem bahasa ini terbentuk yang dimunculkan dengan tanda-tanda yang bersatu. Gebrakan ilmu ini terlihat jelas ketika seorang tokoh bernama Levi-Strauss yang memaparkan bagaimana tanda-tanda dari suatu sistem bahasa yang dibahas secara budaya. Kultur-kultur, seperti bahasa-bahasa, dapat dipandang sebagai sistem dari tanda-tanda &yang diteliti dalam kaitan dengan menggunakan istilah hubungan-hubungan yang struktural antar unsur-unsur mereka. Muncullah gerakan Central binary oppositions yang mengungkapkan tentang logika yang tak sadar atau “tatabahasa” dari suatu sistim pandang teks-teks sebagai sistem dari tanda-tanda yang saling berhubungan dan mencari untuk membuat logika eksplisit mereka yang yang tersembunyi dengan tokoh-tokohnya: Foucault, Lacan, Barthes dengan bidang-bidang dari studi: semiotik & narratology. Dari kemajuan bidang analisis tata bahasa inilah suatu kajian terhadap film mulai berkembang dengan menggunakan analisi semiotik yaitu tanda-tanda yang digunakan atau analisis secara narratology, mengungkap makna narasi di balik teks dan percakapan suatu pertunjukan yang lebih sering silakukan pada suatu teater.

Perkembangan suatu narrative dan semiotik analisi mabawa hawa segar di dalam dunia ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan mengangkat suatu cara berpikir, suatu cara pengawasandian dan mengerti, di dalam film dan teater .Suatu cara melakukan (gerakan seni di dalam yang terlambat; almarhum enam puluh bahwa menemukan suatu rumah terutama di dalam teater &film) .Berbagai hal harus dilihat pada konteks dari struktur-struktur yang lebih besar bahwa mereka menjadi bagian.Arti tidak dimasukkan oleh berbagai hal tetapi diberikan kepada mereka melalui struktur-struktur yang membentuk konteks-konteks mereka

Ini Adalah STRUKTUR-STRUKTUR yang MENCIPTAKAN Arti Dari BERBAGAI HAL (bahwa berbagai hal ini mempunyai maksud(arti sendiri di luar konteks-konteks dari mereka maksud(arti)

Bagaimana film-film menyampaikan maksud(arti melalui pemakaian mengkode dan konvensi-konvensi bukan berbeda kepada jalan bahasa-bahasa digunakan untuk membangun arti komunikasi

Christian Metz (Cine-Semiology)

Christian Meltz merupakan tokoh di bidang Semiotic Cinema di mana ia memunculkan bebrapa bahasan mengenai pola pengambilan gambar dan makan di balik pengambilan gambar tersebut. Ia mengungkapkan bahwa cinema bukan suatu sistim bahasa tetapi itu adalah suatu bahasa (suatu tanda yang termotivasi) .Bidikan camera/cinematic seperti kata selagi urutan seperti kalimat .Jadi bidikan kamera itu bila dirututkan menjadi satu akan sama seperti kata-kata yang disusun hingga menjadi suatu kalimat. Ia banyak menjelaskan mengenai shot atau yang kita kenal di Indonesia adalah take gambar untuk film. Shot bersifat tanpa batas dalam jumlah .Shot adalah ciptaan-ciptaan pembuat film .Satu shot banyak sekali dari informasi. Shot itu adalah satu unit yang actualised (hasilkan satu penyajian yang tepat tentangnya makna termaksud) .Shot, tidak seperti kata-kata, jangan mendapatkan maksud yang dapat dibandingkan satu dengan lain.Memilih film dan kombinasikan gambaran-gambaran dan bunyi-bunyi untuk membentuk syntagmas kategori-kategori Syntagmatic untuk film yang naratif (delapan sintagma-sintagma kunci filmic berdasar pada jalan,cara ruang(spasi pemesanan naratif &waktu)

Jenis Pengambilan Gambar

1.The autonomous shot (e.g. establishing shot, insert)

2.The parallel syntagm (montage of motifs)

3.The bracketing syntagm (montage of brief shots)

4.The descriptive syntagm (sequence describing one moment)

5.The alternating syntagm (two sequences alternating)

6.The scene (shots implying temporal continuity)

7.The episodic sequence (organised discontinuity of shots)

8.The ordinary sequence (temporal with some compression)

Elemen-Elemen Dasar Semiotika

· Komponen tanda (penanda dan petanda)

· Aksis tanda (paradigma dan sintagma)

· Tingkatan tanda (denotasi dan konotasi)

· Relasi antar tanda (metafora dan metonimi)

Melalui keempat hal dia atas kita dapat memaknakan suatu tanda-tanda yang ada di dalam suatu film, seperti contohnya film Devil Wears Prada di sana sang sutradara menampilkan sesosok bos yang memiliki kelakuan seperti setan. Untuk memperkuat nilai bagaimana perilaku dari sang bos yang begitu sadis terhadap bawahannya, ia menggunakan tanda sepatu warna merah yang dipakai oleh bos tersbut juga di dalam promosi fil yang menurut budaya Amerika warna merah dan merupakan lambang setan, di sana bila mera menggambarkans etan sering menggunakan warna merah. Dengan melihat elemen-elemen dasar ini kita dapat mebelah-belah film menjadi komponen kecil untuk melihat makna dari film itu sendiri.

4 spesifikasi dalam film :

· Setting

· Nama lokasi

· Kondisi pencahayaan

· Tipe pengambilan gambar

Tipe pengambilan gambar konvensional :

· Jarak kamera ke objek

· Ukuran objek

· Jenis pengambilan gambar :

· Extreme close up à Spesifik; mata, mulut

· Close up, close shot à Gambar Wajah

· Big close up à bagian atas alis hingga dagu

· Medium close up à pusar ke atas

· Full shot à seluruh badan

· Medium full shot à ¾ objek : lutut ke atas

· Long shot à diambil penuh, diberi sedikit space kosong

Suara yang mewakili adegan yang berlangsung:

· Diegetic sound : berasal dari sumber saat adengan berlangsung

· Non diegetic sound : tidak berasal dari sumber saat adengan berlangsung

· Bleed over : suara yang muncul saat adegan berikutnya atau sebelumnya

· Voice over : dari narator, tidak menggerakkan bibir

· Off screen diegetic : suara dari lokasi adegan namun tidak tampak

· Filter slight : adegan percakapan telpon

Narration dibagi menjadi 2, yaitu :

· Off screen narrator à tidak terlihat

· On secreen narrator à narrator terlibat

Dibagi lagi menjadi 2 :

· In a homodiegetic narrative à ikut main

· In a heterodiegetic narrative à tidak ikut main / bukan tokoh

Focalization à cara untuk mempresentasikan informasi dari sudur pandang seseorang

Goof à kesalahan produksi, mengganggu, menghalangi efek melihat yang sebenarnya

Metode analisis film :

· Basic approach à menonton kemudian menganalisis film tersebut

· Metode analisis semiotic à mempelajari system, aturan, tanda – tanda, dan konvensi

· Double viewing technique à menonton 2 kali yang lebih terfokus pada “how and why”

Senin, 26 Januari 2009

Komunikasi Kelompok

Sumber : http://adiprakosa.blogspot.com
PENGERTIAN KOMUNIKASI KELOMPOK
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu umtuk mencapai tujuan kelompok.

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.
Klasifikasi kelompok dan karakteristik komunikasinya.

Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi, namun dalam kesempatan ini kita sampaikan hanya tiga klasifikasi kelompok.
• Kelompok primer dan sekunder.
Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaludin Rakhmat, 1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita.

Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya, sebagai berikut:
1. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.
2. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal.
3. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok primer adalah sebaliknya.
4. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental.
5. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal.

• Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan.
Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap.

Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif, fungsi normatif, dan fungsi perspektif. Saya menjadikan Islam sebagai kelompok rujukan saya, untuk mengukur dan menilai keadaan dan status saya sekarang (fungsi komparatif. Islam juga memberikan kepada saya norma-norma dan sejumlah sikap yang harus saya miliki-kerangka rujukan untuk membimbing perilaku saya, sekaligus menunjukkan apa yang harus saya capai (fungsi normatif). Selain itu, Islam juga memberikan kepada saya cara memandang dunia ini-cara mendefinisikan situasi, mengorganisasikan pengalaman, dan memberikan makna pada berbagai objek, peristiwa, dan orang yang saya temui (fungsi perspektif). Namun Islam bukan satu-satunya kelompok rujukan saya. Dalam bidang ilmu, Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) adalah kelompok rujukan saya, di samping menjadi kelompok keanggotaan saya. Apapun kelompok rujukan itu, perilaku saya sangat dipengaruhi, termasuk perilaku saya dalam berkomunikasi.

• Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif
John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga: a. kelompok tugas; b. kelompok pertemuan; dan c. kelompok penyadar. Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok.

Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial politik yang baru. Kelompok revolusioner radikal; (di AS) pada tahun 1960-an menggunakan proses ini dengan cukup banyak.

Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.

Pengaruh kelompok pada perilaku komunikasi
• Konformitas.
Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok-yang real atau dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok,aturlah rekan-rekan anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota, usahakan rekan-rekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga.

• Fasilitasi sosial.
Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert Zajonz (1965) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain-dianggap-menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan orang yang menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan mempertingi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan. Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon yang dominan adalah respon yang banar; karena itu, peneliti-peneliti melihat melihat kelompok mempertinggi kualitas kerja individu.

• Polarisasi.
Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok
Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan: a. melaksanakan tugas kelompok, dan b. memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok.

Untuk itu faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu:
1. ukuran kelompok.
2. jaringan komunikasi.
3. kohesi kelompok.
4. kepemimpinan (Jalaluddin Rakhmat, 1994).

Daftar pustaka
Anwar Arifin, 1984, Strategi Komunikasi: Suatu Pengantar Ringkas, Bandung: Armico
Deddy Mulyana, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Jalaludin Rakhmat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Littlejohn, 1999, Theories of Human Communication, Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.
Wiryanto, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.


Sumber : http://massofa.wordpress.com
SISTEM KOMUNIKASI KELOMPOK

Klasifikasi Kelompok dan Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi
Kelompok dapat diklasifikasikan dalam empat dikotomi, yaitu: primer, sekunder, ingroup-outgroup rujukan-keanggotaan, dan deskriptif-prespektif. Kelompok mempengaruhi perilaku komunikasi dalam 3 hal, yaitu: konformitas, fasilitas sosial, dan polarisasi.

Penelitian menunjukkan bahwa kelompok berkembang melalui beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut adalah: orientasi, konflik, kemunculan (emergence), dan penguatan (reinforcement). Adanya kelompok juga menyebabkan terbentuknya budaya kelompok. Budaya kelompok ini berfungsi untuk: (1) membentuk identitas kelompok, dan (2) memberikan rasa kebersamaan dalam kelompok.

Penelitian menunjukkan bahwa kelompok berkembang melalui beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut adalah: orientasi, konflik, kemunculan (emergence), dan penguatan (reinforcement). Adanya kelompok juga menyebabkan terbentuknya budaya kelompok. Budaya kelompok ini berfungsi untuk: (1) membentuk identitas kelompok, dan (2) memberikan rasa kebersamaan dalam kelompok

Efektivitas, Pengambilan Keputusan dan Konflik dalam Kelompok
Efektivitas kelompok dipengaruhi oleh dua factor, yaitu: factor situasional (karateristik kelompok dan factor personal (karateristik para anggota kelompok).
Faktor situasional meliputi:
a. ukuran kelompok,
b. jaringan komunikasi,
c. kohesi kelompok,
d. dan kepemimpinan.

Sedangkan factor personal meliputi:
a. kebutuhan interpersonal,
b. tindak komunikasi,
c. peranan.


Aktivitas penting lainnya di dalam kelompok adalah pengambilan keputusan. Pengambilan dapat dilakukan dengan cara: consensus, kompromi, pengambilan suara mayoritas, keputusan oleh pemimpin, dan orbitrasi.
Konflik dalam kelompok tidak dapat dihindari. Ada dua dimensi penting dalam konflik, yaitu: ketegasan dan kerja sama. Jika dikombinasikan maka kedua dimensi tersebut menghasilkan lima gaya sikap.

Sumber : http://kuliah.dagdigdug.com
PRINSIP DASAR KOMUNIKASI DALAM KELOMPOK

Sebagaimana telah diuraikan pada bagian pendahuluan, bahwa kelompok merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari aktivitas kita sehari-hari. Kelompok baik yang bersifat primer maupun sekunder, merupakan wahana bagi setiap orang untuk dapat mewujudkan harapan dan keinginannya berbagi informasi dalam hamper semua aspek kehidupan. Ia bias merupakan media untuk mengungkapkan persoalan-persoalan pribadi (keluarga sebagai kelompok primer), ia dapat merupakan sarana meningkatkan pengethuan para anggotanya (kelompok belajar) dan ia bias pula merupakan alat untuk memecahkan persoalan bersama yang dihadapi seluruh anggota (kelompok pemecahan manaslah). Jadi, banyak manfaat yang dapat kita petik bila kita ikut terlibat dalam seuatu kelompok yang sesuai dengan rasa ketertarikan (interest) kita. Orang yang memisahkan atau mengisolasi dirinya dengan orang lain adalah orang yang penyendiri, orang yang benci kepada orang lain (misanthrope) atau dapat dikatakan sebagai orang yang antisocial.

Bahasan dalam modul ini mencakup tiga hal, yaitu pengertian mngenai kemonikasi kelompok, karakteristik dari komunikasi kelompok dan kajian tentang fungsi dari komunikasi kelompok.

Pengertian Komunikasi Kelompok
Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam bukunya Human Communiation, A Revisian of Approaching Speech/Comumunication, memberi batasan komunikasi kelompok sebagai interaksi tatap muka dari tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud atau tujuan yang dikehendaki seperti berbagai informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota kelompok dapat menumbuhkan karateristik pribadi anggota lainnya dengan akurat (the face-to-face interaction of three or more individuals, for a recognized purpose such as information sharing, self-maintenance, or problem solving, such that the members are able to recall personal characteristics of other members accurately).

Ada empat elemen yang tercakup dalam definisi di atas, yaitu :
1. interaksi tatap muka, jumlah partisipan yang terlibat dalam interaksi, maksud atau tujuan yang dikehendaki dan kemampuan anggota untuk dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya. Kita mencoba membahaas keempat elemen dari batasan tersebut dengan lebih rinci.

2. Terminologi tatap muka (face-toface) mengandung makna bahwa setiap anggota kelompok harus dapat melihat dan mendengar anggota lainnya dan juga harus dapat mengatur umpan balik secara verbal maupun nonverbal dari setiap anggotanya. Batasan ini tidak berlaku atau meniadakan kumpulan individu yang sedang melihat proses pembangunan gedung/bangunan baru. Dengan demikian, makna tatap muka tersebut berkait erat dengan adanya interaksi di antara semua anggota kelompok. Jumlah partisipan dalam komunikasi kelompok berkisar antara 3 sampai 20 orang. Pertimbangannya, jika jumlah partisipan melebihi 20 orang, kurang memungkinkan berlangsungnya suatu interaksi di mana setiap anggota kelompok mampu melihat dan mendengar anggota lainnya. Dan karenannya kurang tepat untuk dikatakan sebagai komunikasi kelompok.

3. Maksud atau tujuan yang dikehendaki sebagai elemen ketiga dari definisi di atas, bermakna bahwa maksud atau tujuan tersebut akan memberikan beberapa tipe identitas kelompok. Kalau tujuan kelompok tersebut adalah berbagi informasi, maka komunikasi yang dilakukan dimaksudkan untuk menanamkan pengetahun (to impart knowledge). Sementara kelompok yang memiliki tujuan pemeliharaan diri (self-maintenance), biasanya memusatkan perhatiannya pada anggota kelompok atau struktur dari kelompok itu sendiri. Tindak komunikasi yang dihasilkan adalah kepuasan kebutuhan pribadi, kepuasan kebutuhan kolektif/kelompok bahkan kelangsungan hidup dari kelompok itu sendiri. Dan apabila tujuan kelompok adalah upaya pemecahan masalah, maka kelompok tersebut biasanya melibatkan beberapa tipe pembuatan keputusan untuk mengurangi kesulitan-kesulitan yang dihadapi.

4. Elemen terakhir adalah kemampuan anggota kelompok untuk menumbuhkan karateristik personal anggota lainnya secara akurat. Ini mengandung arti bahwa setiap anggota kelompok secara tidak langsung berhubungan dengan satu sama lain dan maksud/tujuan kelompok telah terdefinisikan dengan jelas, di samping itu identifikasi setiap anggota dengan kelompoknya relatif stabil dan permanen.
Batasan lain mengenai komunikasi kelompok dikemukakan oleh Ronald Adler dan George Rodman dalam bukunya Understanding Human Communication. Mereka mengatakan bahwa kelompok atau group merupakan sekumpulan kecil orang yang saling berinteraksi, biasanya tatap muka dalam waktu yang lama guna mencapai tujuan tertentu (a small collection of people who interct with each other, usually face to face, over time order to reach goals).

Ada empat elemen yang muncul dari definisi yang dikemukakan oleh Adler dan Rodman tersebut, yaitu :
1. elemen pertama adalah interaksi dalam komunikasi kelompok merupakan faktor yang penting, karena melalui interaksi inilah, kita dapat melihat perbedaan antara kelompok dengan istilah yang disebut dengan coact. Coact adalah sekumpulan orang yang secara serentak terkait dalam aktivitas yang sama namun tanpa komunikasi satu sama lain. Misalnya, mahasiswa yang hanya secara pasif mendengarkan suatu perkuliahan, secara teknis belum dapat disebut sebagai kelompok. Mereka dapat dikatakan sebagai kelompok apabila sudah mulai mempertukarkan pesan dengan dosen atau rekan mahasiswa yang lain.

2. elemen yang kedua adalah waktu. Sekumpulan orang yang berinteraksi untuk jangka waktu yang singkat, tidak dapat digolongkan sebagai kelompok. Kelompok mempersyaratkan interaksi dalam jangka waktu yang panjang, karena dengan interaksi ini akan dimiliki karakteristik atau ciri yang tidak dipunyai oleh kumpulan yang bersifat sementara.

3. elemen yang ketiga adalah ukuran atau jumlah partisipan dalam komunikasi kelompk. Tidak ada ukuran yang pasti mengenai jumlah anggota dalam suatu kelompok. Ada yang memberi batas 3-8 orang, 3-15 orang dan 3-20 orang. Untuk mengatasi perbedaan jumlah anggota tersebut, muncul konsep yang dikenal dengan smallness, yaitu kemampuan setiap anggota kelompk untuk dapat mengenal dan memberi reaksi terhadap anggota kelompok lainnya. Dengan smallness ini, kuantitas tidak dipersoalkan sepanjang setiap anggota mampu mengenal dan memberi rekasi pada anggota lain atau setiap anggota mampu melihat dan mendengar anggota yang lain/seperti yang dikemukakan dalam definisi pertama.

4. elemen terakhir adalah tujuan yang mengandung pengertian bahwa keanggotaan dalam suatu kelompok akan membantu individu yang menjadi anggota kelompok tersebut dapat mewujudkan satu atau lebih tujuannya.

Karakteristik Komunikasi Kelompok
Apapun fungsi yang disandangnya, baik primer maupun sekunder dalam keberadaannya memiliki karakteristik tertentu. Karenanya, memahami karakteristik yang ada merupakan langkah pertama untuk bertindak lebih efektif dalam suatu kelompok di mana kita ikut terlibat didalamnya. Ada dua karakteristik yang melekat pada suatu kelompok, yaitu norma dan peran. Kita akan membahas kedua karakteristik tersbut denga lebih rinci satu persatu.

Norma adalah persetujuan atau perjanjian tentang bagaimana orang-orang dalam suatu kelompok berperilaku satu dengan lainnya. Kadang-kadang norma oelh para sosiolog disebut juga dengan ‘hukum’ (law) ataupun ‘aturan’ (rule), yaitu perilaku-perilaku apa saja yang pantas dan tidak pantas untuk dilakukan dalam suatu kelompok. Ada tiga kategori norma kelompok, yaitu norma sosial, prosedural dan tugas. Norma sosial mengatur hubungan di antara para nggota kelompok. Sedangkan norma prosedural menguraikan dengan lebih rinci bagaimana kelompok harus beroperasi, seperti bagaimana suatu kelompok harus membuat keputusan, apakah melalui suara mayoritas ataukah dilakukan pembicaraan sampai tercapai kesepakatan. Dari norma tugas mmusatkan perhatian pada bagaimana suatu pekerjaan harus dilaksanakan.

Berikut kita akan mempelajari norma-norma dalam kelompok dengan mencermati tabel di bawah ini.
TABEL NORMA-NORMA YANG DIHARAPKAN
DALAM SUATU KELOMPOK
SOSIAL PROSEDURAL TUGAS
Mendiskusikan persoalan Memperkenalkan para Mengkritik ide
Yang tidak kontroversial anggota kelompok bukan orangnya
Menceritakan gurauan Membuat agenda Mendukung gagasan
Yang lucu pertemuan yang terbaik
Menceritakan kebenaran Duduk saling bertatap Memiliki kepedulian
Yang tidak dapat dibantah muka untuk pemecahan
Persoalan
Jangan merokok (kalau Memantapkan tujuan Berbagi beban
Dimungkinkan) kelompok pekerjaan
Jangan datang terlambat Jangan meninggalkan Jangan memaksakan
Pertemuan tanpa sebab gagasan kita dalam
Kelompok
Tidak hadir tanpa alasan Jangan memonopoli Jangan berkata kasar
Yang jelas percakapan jika tidak setuju

Jika norma diberi batasan sebagai ukuran kelompok yang dapat diterima, maka peran (role) merupakan pola-pola perilaku yang diharapkan dari setiap anggota kelompok. Ada dua fungsi peran dalam suatu kelompok, yaitu fungsi tugas dan fungsi pemeliharaan. Kita akan menyimak kedua fungsi tersebut dalam tabel.

TABEL PERAN FUNGSIONAL DARI ANGGOTA KELOMPOK
FUNGSI TUGAS FUNGSI PEMELIHARAAN
Pemberi informasi Pendorong partisipasi
Pemberi pendapat Penyelaras
Pencari informasi Penurun ketegangan
Pemberi aturan Penengah persoalan pribadi

Fungsi Komunikasi Kelompok
Keberadaan suatu kelompok dalam masyarakat dicerminkan oleh adanya fungsi-fungsi yang akan dilaksanakannya. Fungsi-fungsi tersebut mencakup fungsi hubungan sosial, pendidikan, persuasi, pemecahan masalah dan pembuatan keputusan dan fungsi terapi. Semua fungsi ini dimanfaatkan untuk pembuatan kepentingan masyarakat, kelompok dan para anggota kelompok itu sendiri.

Fungsi pertama dalam kelompok adalah hubungan sosial, dalam arti bagaimana suatu kelompok mampu memelihara dan memantapkan hubungan sosial di antara para anggotanya seperti bagaimana suatu kelompok secara rutin memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk melakukan sktivitas yang informal, santai dan menghibur.
Pendidikan adalah fungsi kedua dari kelompok, dalam arti bagaimana sebuah kelompok secara formal maupun informal bekerja unutk mencapai dan mempertukarkan pengetahun.

Melalui fungsi pendidikan ini, kebutuhan-kebutuhan dari para anggota kelompok, kelompok itu sendiri bahkan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Namun demikian, fungsi pendidikan dalam kelompok akan sesuai dengan yang diharapkan atau tidak, bergantung pada tiga faktor, yaitu jumlah informasi baru yang dikontribusikan, jumlah partisipan dalam kelompok serta frekuensi interaksi di antara para anggota kelompok. Fungsi pendidikan ini akan sangat efektif jika setiap anggota kelompk membawa pengetahuan yang berguna bagi kelompoknya. Tanpa pengetahuan baru yang disumbangkan msing-masing anggota, mustahil fungai edukasi ini akan tercapai.

Dalam fungsi persuasi, seorang anggota kelompok berupaya mempersuasikan anggota lainnya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Seseorang yang terlibat usaha-usaha persuasif dalam suatu kelompok, membawa resiko untuk tidak diterima oleh para anggota lainnya. Misalnya, jika usaha-usaha persuasif tersebut terlalu bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok, maka justru orang yang berusaha mempersuasi tersebut akan menciptakan suatu konflik, dengan demikian malah membahayakan kedudukannya dalam kelompok.

Fungsi keompok juga dicerminkan dengan kegiatan-kegiatannya untuk memecahkan persoalan dan membuat keputusan-keputusan. Pemecahan masalah (problem solving) berkaitan dengan penemuan alternatif atau solusi yang tidak diketahui sebelumnya; sedangkan pembuatan keputusan (decision making) berhubungan dengan pemilihan antara dua atau lebih solusi. Jadi, pemecahn masalah menghasilkan materi atu bahan untuk pembuatan keputusan.

Terapi adalah fungsi kelima dari kelompok. Kelompok terapi memiliki perbedaan dengan kelompok lainnya, karena kelompok terapi tidak memiliki tujuan. Objek dari kelompok terapi adalah membantu setiap individu mencapai perubahan personalnhya. Tentunya, individu tersebut harus berinteraksi dengan anggota kelompok lainnya guna mendapatkan manfaat, namun usaha utamanya adalh membantu dirinya sendiri, bukan membantu kelompok mencapai konsensus. Contoh dari kelompok terapi ini adalah kelompok konsultasi perkawinan, kelompok penderita narkotika, kelompok perokok berat dan sebagainya. Tindak komunikasi dalam kelompok-kelompok terapi dikenal dengan nama pengungkapan ciri (self disclosure). Artinya, dalam suasana yang mendukung, setiap anggota dianjurkan untuk berbicara secara terbuka tentang apa yang menjadi permasalahannya. Jika muncul konflik antar anggota dalam diskusi yang dilakukan, orang yang menjadi pemimpin atau yang memberi terapi yang akan mengaturnya.

MEMAHAMI KOMUNIKASI DALAM KELOMPOK
Persoalan-persoalan mengenai tipe kelompok, metode pembuatan keputusan yang terjadi dalam suatu kelompok dan kepemimpinan dalam kelompok merupakan materi pelajaran yang akan dibahas dalam kegiatan belajar 2 berikut ini.

Dalam wujud nyata yang dapat dita temui sehari-hari, kita nengenal beberapa tipe dari kelompok seperti kelompok belajar, kelompok pemecahan masalah, serta kelompok sosial lainnya. Sementara dalam bahasan mengenai metode pengambilam keputusan dalam kelompok, kita akan mengenal sejumlah metode yang digunakan di mana masing-masing metode yang dipakai bergantung kepada beberapa faktor yang melingkupinya. Dan dalam bahasan mengenai kepemimpinan dalam kelompok, kita diajak untuk memikirkan gaya-gaya kepemimpinan yang terjadi dalam kelompok dan fungsi kepemimpinan dalam kelompok.

Kita mencoba membahas ketiga subbahasan dalam kegiatan belajar 2 ini dengan lebih rinci dan mendalam.
Tipe Kelompok
Ronald B. Adler dan Goerge Rodman dalam bukunya Understanding Human Communication membagi kelompok dalam tiga tipe, yaitu kelompok belajar (learning group), kelompok pertumbuhan (growth group), dan kelompok pemecahan masalah (problem-solving group). Masing-masing tipe kelompok memiliki karakteristik dan tujuan yang berbeda.

Kelompok Belajar (learning group)
Ketika kita mendengar kata ‘belajar’ atau learning, perhatian dan pikiran kita hampir selalu tertuju pada suatu lembaga pendidikan ataupun sekolah. Meskipun institusi pendidikan tersebut termasuk dalam klasifikasi learning group, namun ia bukan satu-satunya. Kelompok yang memberi keterampilan berenang ataupun kelompok yang mengkhususkan kegiatannya pada peningkatan kemampuan dalam memberi pertolongan darurat misalnya, dapat digolongkan ke dalam kelompok belajar tersebut. Jadi, apa pun bentuknya, tujuan dari learning group ini adalah meningkatkan pengetahuan atau kemampuan para anggotanya.
Satu ciri yang menonjol dari learning group ini adalah adanya pertukaran informasi dua arah, artinya setiap anggota dalam kelompok belajar adalah kontributor atau penyumbang dan penerima pengetahuan.

Kelompok Petumbuhan (growth group)
Jika learning group para anggotanya terlibat dalam persoalan-persoalan aksternal sebagaimana yang telah siuraikan di atas, maka kelompok pertumbuhan lebih memusatkan perhatiannya kepada permasalah pribadi yang dihadapi para anggotanya. Wujud nyata dari growth group ini adalah kelompok bimbingan perkawinan, kelompok bimbingan psikologi, kelompok terapi sebagaimana yang sudah diuraikan pada kegiatan belajar 1, serta kelompok yang memusatkan aktivitasnya kepada penumbuhan keyakinan diri, yang biasa disebut dengan consciousness-raising group.
Karekateristik yang terlihat dalam tipe kelompok ini adalah growth group tidak mempunyai tujuan kolektif yang nyata, dalam arti bahwa seluruh tujuan kelompok diarahkan kepada usaha untuk membentu para anggotanya mengidentifikasi dan mengarahkan mereka untuk peduli dengan persoalan pribadi yang mereka hadapi.

Kelompok Pemecahan Masalah (problem-solving group)
Orang -orang yang terlibat dalam kelompok pemecahan masalah, bekerja bersama-sama untuk mengatasi persoalan bersama yang mereka hadapi. Dalam sebuah keluarga misalnya, bagaimana seluruh anggota keluarga memecahkan persoalan tentang cara pembagian kerja yang memungkinkan mereka terlibat dalam pekerjaan rumah tangga, seperti tugas apa yang harus dilakukan seorang suami, apa yang menjadi tanggung jawab istri, dan pekerjaan-pekerjaan apa yang dibebankan kepada anak-anaknya. Atau dalam contoh lain, bagaimana cara warga yang bergabung dalam satu rukun tetangga (RT) berusaha mengorganisasikan diri mereka sendiri guna mencegah tindakan pencurian melalui kegiatan sistem keamanan llingkungan atau lebih dikenal dengan siskamling.

Problem solving gorup dalam opersionalsasinya, mlibatkan dua aktivitas penting.
1. Pengumpulan informasi (gathering information); bagaimana suatu kelompok sebelum membuat suatu keputusan, berusaha mengumpulkan informasi yang penting dan berguna untuk landasan pengambilan keputusan tersebut.
2. Pembuatan keputusan atau kebijakan itu sendiri yang berdasar pada hasil pengumpulan informasi.

Referensi:
1. Sasa Djuarsa S., Teori Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta. 2003
2. John Fiske, Introduction to Communication Studies, Sage Publications, 1996
3. Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communiation, Wadsworth
Publication, New Jersey, 1996.
4. Drs. Ahmad Mulyana, M.Si


Sumber: http://apadefinisinya.blogspot.com
Komunikasi Kelompok Kecil (Small Group Communication)

A. Bentuk Komunikasi
- Komunikasi Personal [Personal Communication]
- Komunikasi intrapersonal [intrapersonal communication]
- Komunikasi antarpersonal [interpersonal communication]
- Komunikasi Kelompok [Group Communication]
- Komunikasi kelompok kecil [small group communication] Ceramah [lecture], diskusi panel [panel discussion], simposium [symposium], forum, seminar, curah saran [brain storming], komunikasi antara manager dengan sekelompok karyawan,
- Komunikasi kelompok besar [large group communication] Public speaking, Rhetorika
- Komunikasi Massa [Mass Communications]
Pers cetak [koran, majalah, tabloid]
Pers elektronik [radio, tv, film]
Pers digital [internet : www.detik.com, www.koridor.com, www.berpolitik.com]
- Komunikasi media [Medioa communication]
Surat, telepon, e-mail, pamflet, poster, brosur, spanduk, dll.

B. Sifat komunikasi
- Tatap muka [face to face]
- Bermedia [mediated]
- Verbal [verbal]
- Lisan [oral]
- Tulisan/ cetak [written/ printed]
- Nonverbal [non-verbal]
- kial/ isyarat badaniah [gestural]
- bergambar [pictorial] , facial expressions, spatial relationship

Sementara itu, kelompok kecil adalah sekumpulan perorangan yang relatif kecil yang masing-masing dihubungkan oleh beberapa tujuan yang sama dan mempunyai derajat organisasi tertentu di antara mereka. Karakteristik kelompok kecil adalah sebagai berikut :

Pertama, kelompok kecil adalah sekumpulan perorangan, jumahnya cukup kecil sehingga semua anggota bisa berkomunikasi dengan mudah sebagai pengirim maupun penerima. Yang penting untuk diingat adalah bahwa setiap anggota harus berfungsi sebagai sumber maupun penerima dengan relatif mudah.

Kedua, para anggota kelompok harus dihubungkan satu sama lain dengan beberapa cara. Orang-orang di dalam gedung bioskop bukan merupakan kelompok, karena di antara mereka tidak ada hubungan satu sama lain.

Ketiga, di antara anggota kelompok harus ada beberapa tujuan yang sama. Hal ini tidak berarti bahwa semua anggota harus mempunyai tujuan yang persis sama untuk menjadi anggota kelompok.

Keempat, para anggota kelompok harus dihubungkan oleh beberapa aturan dan struktur yang terorganisasi. Pada strukturnya ketat maka kelompok akan berfungsi menurut prosedur tertentu di mana setiap komentar harus mengikuti aturan yang tertulis.
Seiring dengan perkembangan usia dan intelektual kita maka kehidupan sosial kita semakin kompleks, kita mulai masuk menjadi anggota kelompok sekunder; sekolah, lembaga keagamaan, tempat pekerjaan dan kelompok-kelompok sekunder yang sesuai dengan minat dan keterikatan kita. Komunikasi kelompok digunakan untuk saling bertukar informasi, menambah pengetahuan, memperteguh atau mengubah sikap dan perilaku.

Kelompok menjadi kerangka rujukan (frame of reference) kita dalam berkomunikasi. Agar dapat disebut kelompok ketika anggota-anggotanya memiliki kesadaran akan ikatan yang sama yang mempersatukan mereka. Jadi ada sense of belonging yang tidak dimiliki orang yang bukan anggota. Nasib anggota-anggota kelompok juga saling bergantung satu sama lain. Identifikasikan kelompok dimana sekarang anda menjadi anggotanya, dan analisis bagaimana kelompok tersebut mempengaruhi perilaku komunikasi anda ).

Bagaimana komunikasi dalam kelompok mempengaruhi cara pengambilan keputusan. Ada dua aliran besar didalam melihat teori komunikasi kelompok (Liitlejohn, 1999:284-294):
1. The input – process – output model
Input = sesuatu yang mempengaruhi kelompok
Proses = sesuatu yang terjadi dalam kelompok
Output = sesuatu yang dihasilkan kelompok

2. The structurational perspective
Ada tiga teori komunikasi kelompok yang diperkenalkan dalam aliran input-process output model :
a. A general organizing model
Menekankan pada bagaimana kelompok memiliki energi yang digunakan untuk aktivitas pengambilan keputusan
b. The functional tradition
Menekankan pada kualitas komunikasi kelompok, membahas kesalahankesalahan yang dibuat oleh kelompok pada waktu pengambilan keputusan.
c. The interactioanl tradition
Menekankan pada aspek komunikasi yang terjadi di dalam kelompok. Bahwa output kelompok sangat ditentukan oleh interaksi yang terjadi di dalam kelompok. Kelompok kecil melaksanakan kegiatannya dengan berbagai format. Format yang paling populer adalah panel discussion, seminar, simposium, dan simposium-forum.
Panel Discussion.

Dalam format panel atau meja bundar, anggota kelompok mengatur diri mereka sendiri dalam pola melingkar atau semi-melingkar. ereka berbagi informasi atau memecahkan permasalahan tanpa pengaturan siapa dan kapan mereka berbicara. Anggota akan memberikan kontribusinya jika mereka sendiri merasakan merasakan layak itu.


Ceramah (lecture)
Dalam seminar, anggota kelompok adalah “para pakar” dan berpartisipasi dalam format panel atau meja bundar. Perbedaannya adalah dalam seminar terdapat peserta yang anggotanya diminta untuk berkontribusi. Mereka ini bisa diminta untuk mengajukan pertanyaan atau memberikan beberapa umpan balik. Modifikasi lain dari seminar adalah format seminar dua-panel, yang terdiri dari panel pakar dan panel awam. Panel awam mendiskusikan topik, tetapi jika mereka memerlukan informasi teknis, tambahan data, atau pengarahan, mereka akan meminta bantuan kepada anggota panel pakar untuk memberikan informasi yang diperlukan.

Symposium
Dalam simposium, setiap anggota menyajikan presentasi yang telah disiapkan, seperti halnya pidato di depan umum. Semua pembicara menilik dari aspek yang berbeda mengenai suatu topik. Dalam simposium, pemimpin atau moderator akan memperkenalkan para pembicara, mengatur alur dari satu pembicara ke pembicara lain, dan bisa juga menyampaikan ringkasannya secara berkala.

Brain Storming.
Simposium-forum terdiri dari dua bagian: simposium, dengan pembicara yang sudah disiapkan, dan forum, yang mempersilakan para hadirin untuk mengajukan pertanyaan dan dijawab oleh pembicara selain itu juga forum yang berbentuk curah pendapat, tukar pikiran. Pimpinan akan memperkenalkan para pembicara dan menjadi moderator dalam acara tanya jawab.

Rabu, 21 Januari 2009

Kamera dan Alat Pendukungnya

Sumber : http://wakji.wordpress.com

Seringkali kita dibuat takjub, terperangah, dan terbawa emosi kita hanya dengan melihat tayangan gambar di televisi atau di film-film. Gambar dan suara yang ditampilkan telah tersusun rapi dan sarat informasi sehingga mampu mempengaruhi emosi penonton. Untuk menghasilkan sebuah gambar film yang baik sudah barang tentu berkaitan dengan cara pengambilan gambar dan proses editingnya

Setiap orang bisa membuat karya film video asalkan tahu dan paham proses pembuatannya dan cara-cara penggunaan peralatannya. Asalkan ada kemauan dan peralatan tidak susah untuk mempelajarinya. Apalagi saat ini kamera video sudah bukan barang asing lagi. Dalam lingkup keluarga pun sudah dikenal handycam, peralatan sederhana yang sudah dipenuhi beberapa fasilitas.


Pertama kali yang perlu kita ketahui untuk pengambilan gambar adalah pengenalan terhadap kamera. Kamera merupakan salah satu bagian penting dalam sebuah pengambilan gambar. Tanpa menyepelekan bagian yang lain, tanpa kamera sebuah produksi tidak bisa berjalan, karena di kamera inilah gambar dan suara direkam ke dalam film atau pita video.


Ada berbagai macam jenis kamera yang beredar, mulai dari kamera handycam sampai kamera professional broadcast. (nama handycam bermula dari merek dagang kamera video keluaran Sony Corp dan istilah umumnya adalah camcorder). Kamera handycam disebut juga kamera keluarga karena lebih banyak digunakan untuk kepentingan keluarga dan pengoperasiannya juga mudah, meskipun ada beberapa jenis camcorder yang bisa digunakan untuk kualitas broadcast (seperti : Canon XL-2). Sedangkan kamera professional dipakai oleh seorang yang professional dibidangnya, karena penggunaannya perlu beberapa ketrampilan dan pengetahuan khusus tentang fasilitas kamera itu sendiri.

Jenis- jenis Kamera:
- Betamax
- VHS
- SVHS
- Betacam
- Digital Betacam
- Hi8
- D8
- Mini DV
- DV
- DVCAM
- HDTV (hi definition television)
- Seluloid (8mm, 16mm, 35mm. 65mm, 70mm)


Masing-masing jenis kamera mempunyai kelas yang berbeda sesuai kebutuhannya, namun fungsi dan pengoperasiannya tidak jauh berbeda, hanya mungkin fasilitas dan kualitas hasil rekamannya yang berbeda.

Pada dasarnya setiap kamera terdiri dari tiga bagian utama, yaitu : 1. Lensa
2. Tubuh Kamera
3. Recorder/VCR

1. LENSA Lensa mempunyai fungsi untuk memilih bidang pandang tertentu dan ditangkap secara optik yang menghasilkan gambar dan diteruskan ke permukaan tabung kamera (yang nantinya oleh tabung kamera diubah lagi dari optik ke elektrik).
Ada beberapa jenis lensa menurut panjang fokalnya. Panjang fokal adalah jarak antara pusat optik lensa dengan titik di mana gambar terlihat dalam keadaan focus. Ada beberapa jenis lensa, yaitu :


a. Lensa Normal

Lensa ini sering disebut dengan lensa standart. Gambar yang dihasilkan dengan lensa normal ini memberi kesan yang biasa dan datar. Tidak ada efek distorsi atau melengkung.


b. Lensa Wide/Sudut Lebar

Disebut lensa sudut lebar karena jangkauan dari subyek yang bisa ditangkap oleh lensa cukup lebar, sebagai gambaran dengan menggunakan lensa sudut lebar, kita tidak perlu mundur mengambil jarak karena ada beberapa bagian yang tidak tertangkap lensa, terutama pada pengambilan gambar grup shot, arsitektur, keramaian sebuah pasar, dan lain-lain.


c. Lensa Tele

Lensa dengan focal length yang panjang, bila menggunakan lensa ini subyek jadi terasa dekat sehingga kedalam menjadi kurang, keuntungannya kita bisa merekam gambar dari jarak cukup jauh tetapi dapat menghasilkan gambar seperti kalau kita dari jarak dekat. Selain itu penggunaan tele lens memberikan keuntungan pada kita akan ruang tajam yang sempit, sehingga kita dengan leluasa bisa melokalisir subyek, sementara yang lainnya akan terlihat blur. Kerugiannya disamping kedalam kurang, sedikit saja goyangannya pada kamera akan terlihat sekali dari hasil rekamannya, biarpun kita sudah memperoleh focus yang maksimal. Untuk menghindari goyangan kamera, kita bisa menggunakan tripod atau monopod.


d. Lensa Macro

Lensa ini sangat baik digunakan untuk merekam benda-benda kecil, seperti capung, serangga, buah yang kecil-kecil. Panjang fokal lensa macro antara 55-105 mm, tetapi didalam lensa macro (beda dengan lensa biasanya) ditambah beberapa jenis lensa sehingga kita bisa merekam gambar dari jarak dekat sekali, dan perbandingan antara subyek dengan yang ditangkap oleh lensa bisa mencapai 1:1. > Lensa Vario/Zoom

Lensa jenis ini merupakan penggabungan dari lensa sudut lebar sampai ke lensa tele. Jadi kita tidak perlu lagi mengganti lensa, cukup satu lensa sudah mencakup semua jenis lensa : lensa normal, lensa wide, lensa tele, dan lensa macro. Pada umumnya kamera video sudah dilengkapi dengan lensa zoom.

2. TUBUH KAMERA

Tubuh kamera ini berisi tabung pengambil gambar (pick up tube) yang berfungsi untuk merubah gambar optik yang dihasilkan lensa menjadi sinyal elektrik. Di tubuh kamera ini biasanya juga dilengkapi dengan beberapa fasilitas kamera, seperti white balance, optical stabilization, shutter speed, iris dan lain-lain. Tergantung jenis kamera dan kebutuhannya.


FOKUS
Secara sederhana kita artikan saja ketajaman dari suatu titik ataupun benda yang kita lihat dengan mata telanjang. Begitu juga bila mata kita melihat sebuah benda melalui viewfinder kamera, maka benda yang tampak di viewfinder tersebut mungkin tajam, mungkin pula tidak. Untuk mengatur agar benda yang kita lihat malalui viewfinder nampak tajam, kita harus mengatur focus dengan cara memutar gelang pengatur jarak yang ada pada lensa.


F-STOP, DIAFRAGMA

F-stop adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara panjang fokal dengan diameter lensa. Diafragma/Iris adalah bukaan lensa untuk menangkap sinar yang masuk. Semakin kecil angka f-stop, maka bukaan diafragma/irisnya semakin besar, dan sebaliknya semakin besar f-stop, bukaan diafragmanya semakin kecil. Pengaturan diafragma ini akan berkaitan pula dengan depth of field.


SHOOTER SPEED

Sama halnya dengan kamera SLR kamera video/film memiliki shooter speed. Fungsinya untuk mengatur seberapa cepat kamera dalam mengambil gambar. Jika memakai speed rendah missal 1/30 sec, maka gambar yang terekam mampu menimbulakan efek berbayang (slow motion) bila obyek bergerak cepat. Bila memakai speed tinggi missal 1/1000 sec maka gambar akan bergerak seperti normalnya atau tidak berefek.


OPTICAL STABILIZATION

Berfungsi menurangi getaran pada saat kamera berjalan mengikuti onbyek.


DEPTH OF FIELD

Yang dimaksud ruang tajam adalah ruang atau area pada foto semuanya akan terlihat tajam. Ruang tajam bisa kita atur sesuai dengan yang kita inginkan. Ruang tajam sangat dipengaruhi oleh seberapa besar aperture dibuka (besar bukaan diafragma), berapa milimeter panjang focal dari lensa yang digunakan, dan jarak lensa terhadap subyek yang akan dijepret. Semakin besar bukaan diafragma dan dengan kombinasi panjang focal lensa yang cukup panjang dan pengambilan dari jarak yang tidak terlalu dekat maka Depth of field menjadi sempit.

WHITE BALANCE

Salah satu kewajiban kita sebelum merekam gambar adalah harus mengeset white balance kamera terlebih dulu. Pada intinya televisi atau video menerima cahaya dari 3 warna primer RGB, red, green, dan blue. Bila ketiga warna ini dipadukan dalam perbandingan yang sama, maka akan menghasilkan warna cahaya putih. Warna putih inilah yang harus kita sesuaikan agar obyek putih benar-benar terlihat putih di lensa kamera. Padahal warna putih jika terkena cahaya warna lain sedikit saja akan berubah, seperti kekuning-kuningan atau kebiru-biruan. Jika di luar ruang/outdoor, maka warna yang ditangkap kamera video cenderung kebiru-biruan. ]

Sedangkan di dalam ruangan/indoor cenderung kemerah-merahan.

Untuk itulah di beberapa kamera video dilengkapi filter koreksi warna dan white balance yang dipasang di antara lensa dan tabung kamera. Pada umumnya kamera video dilengkapi 2 filter koreksi untuk outdoor dan indoor. Tetapi ada juga yang dilengkapi 4 jenis filter koreksi warna.


VIEWFINDER
Viewfinder merupakan monitor kecil sebagai jendela pengamat kita untuk bisa melihat obyek yang masuk ke dalam kamera. Pada umumnya viewfinder ini hanya monitor hitam putih. Tetapi ada beberapa yang berwarna seperti Handycam Sony dan Canon XL-2.

Dalam viewfinder biasanya disertai informasi fasilitas dan indicator pada saat rekaman, seperti indicator posisi kamera record atau pause/stand by, white balance, iris, dan battery atau kaset habis dan lain sebagainya.


3. RECORDER/VCR

Salah satu bagian dari kamera adalah VCR (Video Casette Recorder) alat perekam gambar dan suara. Di beberapa kamera ada yang recordernya terpisah seperti jenis U-matic. Tetapi ada juga yang menjadi satu dengan bodi kamera. Kelebihan menjadi satunya bodi kamera dengan recorder adalah keringanan dan efisiensi waktu. Pekerjaan menjadi lebih mudah.

Istilah-istilah dalam Produksi Film dan Acara TV

Sumber : http://wakji.wordpress.com


Cuplikan dari buku berjudul MARI MEMBUAT FILM, karya HERU EFFENDY, diterbitkan oleh PANDUAN tahun 2002-2005

Berikut ini adalah beberapa Glossary/Istilah yang umum dipakai di dunia Sinematografi & Produksi Teleisi.

Acting :
Sebuah proses pemahaman dan penciptaan tentang perilaku dan karakter pribadi dari seseorang yang diperankan

Addes Scenes :
Adegan yang ditambahkan kedalam konsep asli, biasanya diambil setelah film diselesaikan

Agent (Agent Model) :
Seseorang yang dipekerjakan oleh satu atau lebih talent agency atau serikat pekerja untuk mewakili keanggotaan mereka dalam berbegosiasi kontrak individual yang termasuk gaji, kondisi kerja, dan keuntungan khusus yangtidak termasuk dalam standard guilds atau kontrak serikat kerja. Orang ini diharapkan oleh para aktor/aktris untuk mencarikan mereka pekerjaan dan membangun karir mereka

Anamorphic :
Lensa yang digunakan dalam fotografi untuk memperkecil gambar widescreen ke ukuran 35mm. Proses ini dibalik ketika memproyeksikan hasil akhir film, memunculkan gambar kembali ke ukuran normal pada layarlebar.

Answer Print :
Married Print pertama dari film yang dibuat oleh lab pemroses film, dan kemudian akan digunakan untuk menetapkan standar kualitas film yang akan diedarkan kepada publik.

Apple Box :
Digunakan untuk meninggikan seorang aktor/aktris serta suatu obyek sesuai dengan ketinggian yang tepat untuk pengambilan gambar.

Art Departement :
Bagian artistik. Bertanggung jawab terhadap perancang set film. Seringkali bertanggung jawab untuk keseluruhan desain priduksi. Tugasnya biasanya dilaksanakan dengan kerjasama yang erat dengan sutradara.

Ascpect Ratio :
Perbandingan antara lebar dan tinggi bingkai gambar (frame)
Rasio untuk tayangan televisi adalah 1,33:1 yang artinya lebar frame yang muncul di televisi adalah 1,33 kali dari tinggi.

Art Director :
Seorang asisten sutradara film yang memperhatikan administrasi, hal yang penting sehingga departemen produksi selalumengetahui perkembangan terbaru proses pengambilan film. Ia bertanggung jawab akan kehadiran aktor/aktris pada saat dan tempat yang tepat, dan juga untuk melaksanakan instruksi sutradara.

Available Lighting :
Pengambilan gambar tanpa tambahan cahaya buatan manusia

Audio Visual :
Sebutan untuk perangkat yang menggunakan unsur suara dan gambar

Art Director :
Pengarah artistik dari sebuah produksi

Asisten Produser :
Seorang yang membantu produser dalam menjalankan tugasnya

Audio Mixing :
Proses penyatuan dan penyelarasan suara dari berbagai macam jenis dan bentuk suara.

Angle :
Sudut pengambilan gambar

Animator :
Sebutan bagi seorang yang berprofesi sebagai pembuat animasi

Audio Effect :
Efek suara

Ambience :
Suara natural dari obyek gambar

Broadcaster :
Sebutan untuk seseorang yang bekerja dalam industri penyiaran

Background :
Latar belakang

Barn Doors :
Pintu berengsel yang dipasangkan di depan lampu studio yang dapat dibuka atau ditutup untuk memunculkan cahaya pada area tertentu di set.

Barney :
Bungkus kain pada pelindung yang dapat dipakaikan pada kamera film atau blimped kamera film, untuk mengurangi siara mekanisme. Ada juga heated barney yang digunakan dalam suhu dingin.

Best Boy :
Asisten Gaffer atau asisten Key Grip.

Blank :
Selongsong senapan atau pistol yang berisi peluru buatan untuk menggantikan peluru yang sesungguhnya. Blank dipergunakan dalam film untuk mencegah terjadinya kecelakaan, walaupun sesungguhnya peluru kosong itu sendiri masih berbahaya jika ditembakan dan mengenai orang dalam jarak dekat.

Blimp :
Ruangan kedap suara yang mengelilingi kamera film untuk mencekah ikutn terekamnya bunyi mekanisme kamera kedalam alat perekam suara.

Blow Up :
Perbesaran ukuran film dari 16mm ke 35mm yang dilakukan di laboratorium untuk diputar di bioskop. Istilah ini juga dipergunakan dalam fotografi untuk memperbesar foto guna keperluan display atau promosi.

Body Frame, Body Pod :
Digunakan untuk menunjang hand held camera di lapangan.

Boom Man :
Individu yang mengoperasikan mikrofon boom.

Booth Man :
Operator proyektor film. Orang yang bekerja dalam ruang proyeksi.

Breakaway :
Sebuah set atau hand property, misalnya botol atau kursi yang dirancang untuk rusak dengan cara-cara tertentu sesuai aba-aba.

Breakdown :
Biasanya merujuk pada jumlah spesifik rincian pengeluaran dalam sebuah produksi film. Dapat juga berarti pengaturan atau perencanaan berbagai adegan beserta urutan pengambilannya.

Budget :
Pengeluaran keseluruhan dari produksi film.

Blocking :
Penempatan obyek yang sesuai dengan kebutuhan gambar

Bridging Scene :
Adegan perantara di antara adegan-adegan lainnya

Back Light :
Penempatan lampu dasar dari sudut belakang obyek

Breakdown Shot :
Penentuan gambar yang sesuai dengan naskah atau urutan acara

Bumper In :
Penanda bahwa program acara tv dimulai kembali setelah iklan

Bumper Out :
Penanda bahwa program acara tv akan berhenti sejenak untuk iklan

Call :
Waktu yang diharapkan dari seorang individu anggota staf perusahaan, pemain, atau kru untuk berada di set. Jadwal biasanya didaftarkan pada call sheet yang menjadi tanggung jawab asisten sutradara dan manajer produksi.

Camera :
Sistem perangkat mekanik atau elektronik yang mengontrol pergerakan dari film yang belum diekspos di belakang lensa dan shutter dan yang menentukan gambar serta tingkatan cahaya yang masuk kedalam film. Mekanisme ini mungkin memiliki kontrol kecepatan.

Camera Boom :
Tempat kamera yang dapat berpindah, biasanya berukuran besar, tempat kamera dapat diproyeksikan keluar set dan atau dinaikan di atasnya.

Camera Departement :
Bertanggung jawab untuk memperoleh dan merawat semua peralatan kamera yang dibutuhkan untuk memfilmkan sebuah motion picture. Juga bertanggung jawab untuk penanganan film, pengisian film, dan berhubungan dengan laboratorium pemrosesan.

Cameraman :
- First Cameraman sering disebut sebagai Penata Fotografi (Director of Photography) atau kepala kameramen, bertanggung jawab terhadap pergerakan dan penempatan kamera dan juga pencahayaan dalam suatu adegan. Kecuali dalam unit produksi yang kecil, Penata Fotografi tidak melakukan pengoperasian kamera selama syuting yang sesungguhnya.
- Second Cameraman sering disebut sebagai asisten kameramen atau operator kamera, bertindak sesuai instruksi dari kameramen utama dan melakukan penyesuaian pada kamera atau mengoperasikan kamera selama syuting.
- First Assistant Cameramen sering disebut Kepala Asisten untuk pada operator kamera. Seringkali bertanggung jawab untuk mengatur fokus kamera (untuk kamera film)
- Second Assistant Cameraman, menjadi asisten operator kamera.

Camera Noise :
Bunyi Kamera. panggilan dari bagian tata suara (Sound Departement) di set untuk mereangkan bahwa ia menerima bunyi dari kamera sehingga harus digunakan kamera lain, melakukan perbaikan kamera atau diperlukan penghalusan tambahan terhadap kamera dengan menggunakan barney atau selimut.

Camera Report :
Salinan yang disimpan dalam tiap magazine film tempat asisten kameramen mencatat panjang pengambilan tiap adegan, nomer adegan, dan perintah untuk mencetak atau tidak. Laporan kamera diberikan ke laboratorium proses, bagian kamera, dan bagian produksi.

“Camera Right”, “Camera Left” :
Petunjuk bagi seorang aktor/aktris untuk berputar atau bergerak. Petunjuk ini berdasarkan sudut pandang sutradara atau kamera dan dibalik sesuai dengan keadaan aktor. Ketika menghadap lensa maka bagian kanan aktor adalah bagian kiri kamera dan juga sebaliknya.

Camera Tracks :
Lintasan Kamera yang terbuat dari metal atau lembaran kayu lapis ukuran 4 x 8 yang diletakkan dilantai untuk membawa dolly atau camera boom. Lintasan digunakan untuk menjamin kehalusan gerakan kamera.

Can :
Tempat/wadah untuk film.

Canned Music :
Musik yang belum ditulis untuk film tertentu namun telah direkam dan dikatalogkan menurut gayanya dalam perpustakaan sehingga dapat dibeli dan dipergunakan.

Casting Director :
Orang yang memimpin pemilihan dan pengontrakan aktor/aktris untuk memenuhi bagian yang dibutuhkan dalam sebuah naskah.

Century Stand :
Digunakan untuk menahan berbagai jenis bendera yang diperlukan untuk mengurangi intensitas cahaya atau untuk menghalangi sejumlah cahaya tertentu. Juga digunakan untuk menahan atau mendukung ranting daun atau efek lain yang berhubungan dengan pencahayaan.

Changing Bag :
Tas kedap cahaya dengan ritsleting ganda tempat magazines film dapat diletakkan untuk memindahkan film yang telah diekspose dan mengisi ulang magazine. Juga dibuat sehingga memungkinkan asisten kamera memasukkan tangan dan lengannya tanpa membiarkan film terkena cahaya. Biasanya digunakan jauh dari studio kaerna di studio, magazine diisi ulang diruang gelap di bagian kamera.

Character Man or Woman :
Pada saat-saat tertentu seorang aktor/aktris bermain karakter, biasanya istilah ini merujuk pada aktor/aktris yang paling sesuai secara fisik untuk peran-peran selain pemain utama romantis, peran remaja atau peran sederhana.

Cinema :
Merujuk pada Motion Picture. Berasal dari kata Yunani Kinema yang berarti gambar.

Cinema Scope :
Nama dagang untuk tujuan pemrosesan fotografi dan proyeksi yang mengikutsertakan kamera dengan lensa anamorfik atau proyektor dan ayar berlekuk ekstra panjang. Memungkinkan proyeksi dari gambar yang jauh lebih besar dari ukuran biasanya. Banyak film epic dibuat dalam Cinema Scope karena pengaruh dari ukuran terhadap penonton.

Cinematographer (Sinematografer) :
Penata Fotografi. Orang yang melaksanakan aspek teknis dari pencahayaan dan fotografi adegan. Sinematografer yang kreatif juga akan membantu sutradara dalam memilih sudut, penyusunan, dan rasa dari pencahayaan dan kamera.

Cinemobile :
Nama dagang untuk unit lokasi pembuatan film yang lengkap dan dapt berpindah-pindah, membawa peralatan dan petugasnya dan memiliki banyak ukuran mulai dari van peralatan kecil sampai dengan bus besar.

Clapper Boards :
Sepasang papan berengsel yang diketukkan saat syuting dialog ketika kamera gambar dan alat rekam suara berputar dalam kecepatan yang sinkron. frame pertama ketika papan bersentuhan kemudian disinkronkan dalam ruang pemotongan dengan bunyi “bang”, memantapkan sync antara alur suara dan alur gambar. Pada banyak tipe sistem penanda elektronik dipasangkan sisi kamera.

Commercial :
Iklan. Film pendek yang umumnya berdurasi 60, 30, atau 15 detik yang dibuat khusus untuk menjual suatu produk.

Composite Print :
Film yang telah diedit termasuk semua gambar, suara, dan musik yang telah dicetak ke dalam sebuah film.

Contact Glass :
Alat bantu penglihatan terbuat dari kaca berwarna gelap berbentuk seperti monacle yang dipakaikan ke salah satu mata Penata Fotografi selama pencahayaan set untuk memeriksa tingkatan kontras dari pencahayaan tersebut.

Cook, Cookie :
Dapat berupa kain dengan bingkai kawat atau lembaran kayu lapis atau plastik yang diberi pola daun ranting atau bunga untukmemunculkan bayangan pada permukaan datar. kadang buram atau tembus cahaya seperi sebuah scrim. berasal dari bahasa Yunani kukaloris yang berarti memecah cahaya.

Copter Mount :
Copter kamera untuk penggunaan dalam pengambilan gambar aerial helikopter yang berfungsi menjaga kamera dari vibrasi helikopter. Nama dagangnya adalah Tyler Mount.

Costume Designer :
Orang yang merancang dan memastikan produksi kostum secara sementara maupun permanen untuk sebuah film.

Coverage :
Keseluruhan koleksi hasil pengambilan gambar individual, sudut, dan set yang terdiri dari segala kebutuhan film untuk membuat sebuah cerita lengkap.

Cover Set :
Set yang digunakan untuk syuting bila adegan eksterior yang diusahakan ternyata terganggu oleh kondisi cuaca yang tidak mendukung.

Cover Shot :
Bagian dari pengambilan film untuk menyediakan materi transisi dari satu bagian adegan ke bagian adegan lain dalam sebuah adegan yang sama. Bisa juga digunakan sebagai gamabr tambahan atau cadangan kalau perekaman pertama tidak berhasil. Juga disebut sebagai “insurance”.

Cue :
Tanda bagi aktor/aktris dalam film untuk memunculkan bagiannya dalam dialog atau tindakan. Isyarat ini dapat berupa tindakan aktor/aktris lainnya, bagian akhir dari sebuah dialog, tanda dari sutradara atau isyarat cahaya.

Cue Light :
Bola lampu kecil yang dapat dinyalakan atau dimatikan oleh sutradara atau asisten sutradara dan diletakkan diluar jangkauan pandang kamera tetapi dalam jangkauan pandang aktor untuk memberi isyarat. Isyarat cahaya ini menghindari isyarat secara verbal yang dimunculkan oleh aktor.

Cut and Hold :
Perintah dari sutadara agar adegan diberhentikan namun aktor/aktris tetap berada dalam posisinya. Sutradara mungkin ingin memeriksa pencahayaan, posisi, atau mengatur adegan lain yang saling bersinggungan.

Cut Back :
Mengubah gambar dalam film secara cepat dari adegan saat ini ke adegan lain yang telah dilihat sebelumnya. Pemotongan ini Dilakukan tanpa ada transisi.

Cutting on The Action :
Menggunakan sebuah tindakan besar dari seorang aktor/aktris sebagai titik untuk masuk lebih dekat atau lebih jauh dari orang tersebut.

Cutting Room :
Tempat peralatan seorang editor film berada, misalnya moviola dan lain sebagainya dan tempat film akan digabungkan sesuai cerita yang berkesinambungan. Ruang ini biasanya ada dalam sebuah studio namun dapat saja berada pada lokasi tersendiri dan terpisah dari daerah studio.

Cut to :
Secara cepat mengubah gambar dalam film dari adegan masa kini ke adegan lainnya tanpa adanya transisi.

Credit Title :
Urutan nama-nama tim produksi dan pendukung acara

Chroma Key :
Sebuah metode elektronis yang melakukan penggabungan antara
gambar video yang satu dengan gambar video lainnya dimana dalam
prosesnya digunakan teknik Key Colour yang dapat diubah sesuai
kebutuhan foreground dan background